Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Megawati Puas dengan Status Nunun

Kompas.com - 31/05/2011, 12:37 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden kelima Megawati Soekarnoputri memuji langkah Komisi Pemberantasan Korupsi yang menetapkan Nunun Nurbaeti sebagai tersangka pada dugaan suap cek perjalanan pada pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tahun 2004.

Megawati, yang juga Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, mengatakan hal itu sebagai kemajuan. "Menurut saya, itu suatu kemajuan. Sejak awal saya selalu mempertanyakan, kalau ada asap, mestinya ada api," kata Mega seusai memberikan pidato kunci pada Seminar Nasional "Menuju Kemandirian Energi Nasional" di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (31/5/2011).

Megawati meminta agar penegak hukum tak melakukan tebang pilih dalam menuntaskan kasus dugaan korupsi tersebut. Semua pihak yang diduga terlibat dalam kasus tersebut, sambung Mega, harus dimintai keterangan. Sebelumnya, Kamis (26/5/2011), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mencabut paspor Nunun Nurbaeti setelah menerima surat permintaan dari KPK. Hal itu menyusul penetapan Nunun sebagai tersangka dalam kasus tersebut pada Februari 2011.

"Surat ditujukan kepada Direktur Jenderal Imigrasi dan ditandatangani Pak Busyro (Busyro Muqoddas, Ketua KPK). Dirjen Imigrasi segera berkoordinasi dengan perwakilan Indonesia di luar negeri, terutama di negara-negara yang diduga menjadi tempat tinggal Ibu Nunun," ujar Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar, Kamis (26/5) di Kantor Presiden, Jakarta.

Nunun, istri mantan Wakil Kepala Polri yang kini anggota DPR, Adang Daradjatun, merupakan tersangka kasus suap cek perjalanan pemilihan Deputi Gubernur Senior BI 2004 yang dimenangi Miranda S Goeltom. Seandainya Nunun berada di Singapura yang tidak memiliki perjanjian ekstradisi dengan Indonesia, kata Patrialis, upaya menjemput Nunun tetap bisa dilakukan.

"Walaupun tidak ada perjanjian ekstradisi, komunikasi di antara pemerintah kedua negara terus dilakukan sehingga bisa dijalin kerja sama," ujarnya. Menurut Patrialis, ketika paspor seseorang dicabut, orang tersebut tidak punya izin lagi untuk tinggal di suatu negara asing. "Ia pun tidak bisa ke mana-mana," ucapnya.

Ketua KPK Busyro Muqoddas secara terpisah mengatakan, tidak sulit untuk memulangkan Nunun ke Indonesia. "Tidak ada kesulitan," ungkap Busyro, Kamis, saat ditanya kesulitan KPK untuk memulangkan Nunun yang diduga berada di Singapura.

Busyro menjelaskan, KPK sudah mengirim surat pencabutan paspor Nunun kepada Kementerian Hukum dan HAM. "Sudah, kemarin. Sudah kami cek sekretaris dan sudah dikirim. Pasti itu cepat karena saya sudah tanda tangan," katanya, Kamis. Ditanya soal keberadaan Nunun, Busyro mengatakan, KPK mengetahui dia berada di Singapura.

"Ya, diketahui di Singapura itu. Soal kemudian ke tempat lain, kami belum tahu," ujarnya. Menyangkut tidak ada perjanjian ekstradisi dengan Singapura, lanjutnya, KPK akan mengupayakan cara lain.

"Nanti kami lakukan pendekatan diplomasi," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Kaesang Sebut Ayahnya Akan Bantu Kampanye Pilkada, Jokowi: Itu Urusan PSI

    Kaesang Sebut Ayahnya Akan Bantu Kampanye Pilkada, Jokowi: Itu Urusan PSI

    Nasional
    Oknum TNI AL Pukul Sopir Pikap di Bogor, Danpuspom: Ada Miskomunikasi di Jalan

    Oknum TNI AL Pukul Sopir Pikap di Bogor, Danpuspom: Ada Miskomunikasi di Jalan

    Nasional
    Ruang Kerja Sekjen DPR Indra Iskandar Digeledah KPK, BURT: Proses Hukum Harus Kita Hormati

    Ruang Kerja Sekjen DPR Indra Iskandar Digeledah KPK, BURT: Proses Hukum Harus Kita Hormati

    Nasional
    Kompolnas Duga Ada Pelanggaran Penugasan Brigadir RAT untuk Kawal Pengusaha

    Kompolnas Duga Ada Pelanggaran Penugasan Brigadir RAT untuk Kawal Pengusaha

    Nasional
    Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

    Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

    Nasional
    Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

    Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

    Nasional
    Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

    Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

    Nasional
    Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

    Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

    Nasional
    Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

    Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

    Nasional
    Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

    Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

    Nasional
    Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

    Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

    Nasional
    Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

    Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

    Nasional
    Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

    Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

    Nasional
    Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

    Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

    Nasional
    Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

    Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com