Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nazaruddin Hanya Bernyanyi Sumbang

Kompas.com - 26/05/2011, 13:06 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Keputusan yang diambil Dewan Kehormatan Partai Demokrat untuk membebastugaskan bendahara umumnya, M Nazaruddin, karena tersangkut kasus suap pembangunan wisma atlet SEA Games mengindikasikan ada perpecahan di internal partai tersebut.

Namun, pengamat politik Burhanuddin Muhtadi menilai perpecahan tersebut saat ini belum terjadi.

"Perang Barata Yudha itu terjadi jika Nazaruddin bernyanyi merdu. Tetapi nyatanya dia hanya bernyanyi sumbang dengan peluru yang hampa. Itu terjadi, misalnya, setelah Nazaruddin mengeluarkan tudingan kepada Mallarangeng bersaudara, lalu ke Amir Syamsuddin, dan ke mark up pembangunan gedung MK (Mahkamah Konstitusi). Namun, dia mengeluarkan statement itu tanpa ada bukti dan data yang valid dan jelas," ujar Burhanuddin di Galeri Kafe, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Kamis (26/5/2011).

Burhanuddin menilai, saat ini Partai Demokrat sedang menyatukan visi persepsi agar kasus perpecahan tersebut tidak melebar. Mereka melokalisir hal tersebut hanya ke beberapa kader partai, termasuk Nazaruddin sendiri. Hal itu, menurut dia, dapat dilihat dari pertemuan yang dilakukan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono di Puri Cikeas Indah, Bogor, Jawa Barat, kemarin malam.

"Saya menduga sudah terjadi elite settlement dan kompromi untuk tidak melanjutkan huru-hara di Demokrat, untuk kepentingan Demokrat sendiri. Jadi, harapan publik untuk melihat bom politik yg dilempar Nazaruddin ternyata tidak disambut. Yang muncul hanya petasan saja," pungkasnya.

Sebelumnya, pengamat politik Charta Politika, Yunarto Wijaya, menilai, dinamika yang berlangsung setelah dikaitkannya politisi Demokrat, Nazaruddin, dalam pusaran kasus dugaan korupsi senilai miliaran rupiah itu semakin menjustifikasi persepsi publik bahwa ada faksionalisasi yang tajam di internal partai pemenang pemilu tersebut.

Hal itu, katanya, dikuatkan dengan adanya perbedaan pendapat yang dilontarkan para elite Demokrat terkait keputusan partai terhadap Nazaruddin.

"Secara politik, krisis di Demokrat ini menjustifikasi persepsi publik bahwa faksionalisasi sangat tajam di beberapa pihak di internal partai ini. Kita bisa lihat dari pernyataan yang berbeda-beda dalam kasus Nazaruddin. Pernyataan SBY sebagai Ketua Dewan Pembina (seusai menerima laporan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD soal pemberian uang oleh Nazaruddin) juga menunjukkan kegamangan dan lepas kendali yang terjadi di Demokrat," kata Yunarto kepada Kompas.com, Selasa (24/5/2011).

Yunarto memprediksi Nazaruddin akan membentuk kubu sendiri pasca-dilengserkan dari jabatannya. "Ketika SBY sudah bicara pun Nazaruddin terkesan 'melawan' dengan menyatakan tidak akan mundur. Faksionalisasi di Demokrat memang terlihat jelas pascakongres tahun lalu. Setelah adanya krisis saat ini, konstelasi akan berbeda dan bisa semakin liar," ujarnya.

"Bahkan, bisa muncul perpecahan karena ada perbedaan pendapat atas keputusan Dewan Kehormatan dan bisa jadi semakin liar, serta munculnya faksi baru," lanjut Yunarto. Nazaruddin sendiri menyatakan siap membuka "borok" sejumlah kader Demokrat yang dinilainya juga melakukan pelanggaran etika.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

    Nasional
    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

    Nasional
    'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    "Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

    Nasional
    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

    Nasional
    Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

    Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

    Nasional
    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

    Nasional
    Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Nasional
    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

    Nasional
    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Nasional
    Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Nasional
    Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

    Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

    Nasional
    Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

    Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

    Nasional
    Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Nasional
    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Nasional
    Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com