Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korupsi dan Demokrasi

Kompas.com - 18/05/2011, 02:49 WIB

Bertransformasi bentuk

Mengapa korupsi bisa tetap hidup dan tumbuh dalam sistem demokrasi secara bersamaan? Secara teori, korupsi berkembang subur dalam sistem politik satu partai (Doig, 1984) walau tidak ada negara demokrasi yang bebas korupsi.

Setelah 13 tahun reformasi, sudah cukup untuk menilai bahwa reformasi birokrasi dan politik gagal menyingkirkan rezim korupsi, tetapi hanya mentransformasi bentuk korupsi seiring perubahan struktur kekuasaan pasca-Pemilu 1999. Tanpa tedeng aling-aling, Vedi Hadiz, ilmuwan politik di Universitas Murdoch, menyimpulkan, kelembagaan demokrasi produk reformasi telah dibajak elite predator.

Dengan kata lain, reformasi birokrasi yang bertumpu pada perbaikan tata kelola pemerintahan lewat mekanisme transparansi, akuntabilitas, partisipasi, dan penguatan rule of law tidak menyentuh elite- elite birokrasi yang kariernya tumbuh dan dibesarkan dalam sistem yang korup selama Orde Baru berkuasa. Mereka inilah yang riil menghambat bekerjanya meritokrasi untuk melahirkan birokrasi modern yang bersih.

Di sisi lain, reformasi politik lewat pembenahan prosedur dan kelembagaan demokrasi, seperti aturan kepartaian yang terbuka, sistem pemilu, dan pengaturan dana politik, belum melahirkan kekuatan- kekuatan politik baru yang bisa menandingi kekuatan politik lama yang korup. Bahkan, karena struktur kekuasaan ekonomi tak banyak berubah, juga karena alasan postur partai yang gemuk dan persoalan dana politik, yang terjadi justru kekuatan politik baru produk reformasi bersenyawa dengan elite predatori lama yang masih mengendalikan jaringan ekonomi, politik, hukum, dan birokrasi.

Sampai di sini kekuatan-kekuatan ekonomi lama, yang pada transisi politik sempat kehilangan patron politik, menemukan pengayom politik baru. Juga tak menutup mata ada pebisnis yang dibesarkan Orde Baru bertransformasi menjadi perusahaan publik yang mandiri.

Seiring makin terkonsolidasi elite predatori, belakangan kian terbuka upaya pelemahan lembaga-lembaga independen produk reformasi, seperti KPK, Pengadilan Khusus Tipikor, Komisi Yudisial, dan KPU, yang dalam tingkat tertentu sangat mengganggu proses konsolidasi elite perusak tersebut. Apabila pelemahan ini lebih cepat daripada yang dibayangkan, gerakan sosial antikorupsi yang belum berpengaruh akan mengalami kesulitan dalam mengakselerasi perubahan.

Agenda reformasi politik, ekonomi, dan birokrasi untuk menyingkirkan jaringan oligarki predatori harus tetap dilanjutkan. Apabila korupsi jadi bahan bakar utama untuk menggerakkan mesin demokrasi, dalam jangka panjang keadaan ini akan melanggengkan sistem yang korup. Indonesia bahkan bisa terpuruk dalam situasi yang lebih kleptokratik, yaitu para penguasa merampok dengan lahap kekayaan negaranya sendiri, bergelimang kemewahan di tengah rakyatnya yang miskin.

Teten Masduki Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com