Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Antara Kekayaan Alam dan Sarang Penyakit

Kompas.com - 14/05/2011, 03:59 WIB

Oleh Erwin Edhi Prasetya dan St Sularto

Menyusuri Sungai Pomatsj, Asmat, alam menggelora dalam keliaran: hutan bakau lebat di pesisir pantai dan sepanjang pinggiran sungai, serta belantara Asmat yang jauh dari perusakan manusia. Inilah sajian alam Distrik Sawa Erma, pedalaman Kabupaten Asmat, Papua Barat.

Kekayaan hutan, rawa, dan sungai di Asmat selama ini memberi kelimpahan sumber makanan bagi penduduk. Pohon sagu banyak tumbuh di hutan yang memberi jaminan ketersediaan pangan. Sungai-sungai kaya dengan berbagai jenis ikan, udang, dan karakas atau kepiting. Binatang buas, buaya tidak luput menjadi buruan warga karena dagingnya enak dan kulitnya bisa dijual.

Keanekaragaman hayati alam Asmat relatif masih terjaga karena hingga kini belum ada eksploitasi hutan di wilayah ini. Meski di era Orde Baru, sebuah perusahaan pemegang izin hak pengusahaan hutan (HPH) sempat masuk, tetapi kemudian tutup. Hutan dikelola masyarakat Asmat berdasarkan wilayah tanah ulayat.

Masyarakat adat Asmat menerapkan prinsip keseimbangan dalam hidup mereka, termasuk dalam menjaga keseimbangan alam. Mereka tidak pernah mengambil hasil alam secara serakah. Hanya mengambil sagu dan ikan secukupnya. Apabila perlu uang, mereka akan menjual dalam jumlah kecil ikan, karakas, pisang, atau sagu di pasar. Sesekali menebang pohon besi untuk dijual.

”Kalau sagu habis, kita tinggal masuk hutan. Kalau butuh ikan, tinggal jaring saja di sungai,” ujar Stanislaus Fokom, warga Kampung Yamas, Distrik Sawa Erma.

Ironis! Asmat dilimpahi berkah alam, tetapi kondisi ini tidak membuat warganya terlepas dari kemiskinan.

Rumah-rumah tidak layak huni, berdinding dan beratap daun nipah, mudah dijumpai di kampung-kampung pedalaman. Tidak hanya di perkampungan seperti di kampung Distrik Sawa Erma. Kemiskinan dan pola hidup tidak sehat telah memicu merajalelanya beragam penyakit, dari penyakit ”dunia ketiga”, seperti malaria, busung lapar, dan kusta, sampai penyakit ”modern”, seperti HIV/AIDS.

Berdasarkan data Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Agats, penyakit yang paling banyak diidap masyarakat Asmat pada tahun 2010 adalah infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dengan jumlah penderita mencapai 6.196 orang.

Penyakit malaria yang banyak disebut orang sebagai penyakit dunia ketiga juga masih mendominasi. Penderita penyakit malaria tropika sebanyak 2.088 orang dan malaria klinis 3.157 orang.

Diare sebagai penyakit yang muncul akibat kebiasaan hidup tidak sehat mencapai 2.568 kasus. Bahkan, di Asmat juga masih ada penyakit yang seharusnya sudah tidak ada lagi, yaitu kusta. Survei Dinas Kesehatan Asmat pada Oktober 2010 menunjukkan ada 15 orang penderita kusta di Kampung Momogu, Sawa Erma.

Bukan tidak mungkin jumlah tersebut kini lebih banyak lagi karena kusta merupakan penyakit menular. Apalagi apabila tidak cepat ditangani. Dinas Kesehatan Asmat juga menemukan penderita kusta di beberapa distrik lain. Penyakit pencernaan, seperti gastritis atau maag, juga masih banyak diidap. Selama 2010, sebanyak 1.062 orang menderita ganstritis berobat ke RSUD Agats.

Penyebaran HIV/AIDS juga tergolong sangat cepat. Pada tahun 2006 tercatat satu orang terinfeksi. Empat tahun berikutnya, tahun 2010, jumlah penderita HIV/AIDS tercatat sudah mencapai 41 orang. Penyakit ini diperkirakan masuk ke Asmat dari Merauke dan Timika.

Penyakit HIV/AIDS dikhawatirkan akan meledak akibat masih adanya budaya pertukaran istri di kalangan masyarakat suku Asmat. Kasus-kasus seks di luar nikah pun bukan hal baru sehingga dikhawatirkan mempercepat penularan penyakit mematikan ini.

Jumlah penderita beragam penyakit itu diperkirakan lebih banyak lagi. Sebagian masyarakat Asmat masih percaya dengan pengobatan dukun sehingga tidak berobat ke puskesmas dan RSUD. Penyakit mereka pun tidak terdata Dinas Kesehatan Agats.

Di samping itu, sulitnya transportasi dari kampung menuju Agats membuat tidak semua warga yang sakit bisa pergi berobat ke Agats. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Agats menerapkan kebijakan menggratiskan biaya pengobatan bagi warga asli Asmat.

Menurut Riechard R Mirino, Kepala Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan Dinas Kesehatan Asmat, tingginya jumlah penderita penyakit-penyakit menular dipengaruhi pola hidup tidak sehat sebagian masyarakat Asmat.

Contohnya, jumlah penderita penyakit diare selalu tinggi karena kesadaran warga terhadap kebersihan lingkungan masih rendah.

Masyarakat di Kota Agats biasa membuang aneka sampah ataupun buang air besar di sembarang tempat. Kota Agats yang berawa dan berlumpur dengan air pasang surut, menjadikan kotoran tersebut cepat menyebar yang memudahkan penularan penyakit.

”Kami sudah berupaya mengobati penderita kusta. Ada tenaga medis yang dikirim ke sana. Mereka diberi obat, tetapi kami kesulitan karena warga sering tidak ada di rumah, pergi ke hutan. Padahal, untuk penyembuhan kusta, pasien harus minum obat secara rutin selama enam bulan,” ungkap Riechard R Mirino.

Dia menuturkan, kampanye hidup sehat memang terus dilakukan, tetapi tidak mudah mengubah perilaku masyarakat. Pemkab Asmat secara bertahap juga membuatkan mandi cuci kakus (MCK) bagi warga yang tinggal di perkotaan. Akan tetapi, proyek itu belum sampai menyentuh masyarakat di perkampungan.

Menurut Monsinyur (Mgr) Aloysius Murwito, pemerintah perlu bertindak lebih cepat dalam menangani kasus-kasus kesehatan. Pemerintah juga perlu membangun sarana dan prasarana kesehatan lebih baik karena selama ini untuk penyakit berat terpaksa harus dirujuk ke rumah sakit di Timika atau Merauke sehingga menambah beban masyarakat.

Direktur RSUD Agats Steven Langi menuturkan bahwa perbaikan di bidang kesehatan di Asmat harus melibatkan semua pihak dan dilakukan secara simultan.

Masuknya para pendatang diharapkan turut memberikan pengaruh positif karena mem- bawa pola hidup yang lebih sehat. ”Perlu beberapa tahun untuk perubahan,” tutur Steven Langi.

Dengan status otonomi khusus bagi Papua seharusnya segera dapat dientaskan ketertinggalan daerah-daerah, termasuk dari masalah-masalah sosial dan kesehatan masyarakat. Bukankah tanpa masyarakat yang sehat, akan sulit mencapai kemajuan dan kesejahteraan?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com