Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM Diminta Segera Selesaikan Investigasi Cikeusik

Kompas.com - 19/04/2011, 16:33 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Sejumlah lembaga swadaya masyarakat mendesak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia untuk segera menyelesaikan investigasi terhadap peristiwa bentrokan antarwarga dan penganut Ahmadiyah di Cikeusik, Banten, yang terjadi pada awal Februari. Komnas HAM diminta segera menyerahkan rekomendasinya guna mencegah terulangnya kejadian serupa.

Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Indria Fernida menyampaikan hal ini dalam jumpa pers di kantor Kontras, Jakarta, Selasa (19/4/2011). Hadir pula Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Erna Ratnaningsih dan Koordinator LBH Jakarta Nurkholis Hidayat. 

Mereka juga meminta Komnas HAM segera membentuk tim penyelidik pro-yustisia. "Untuk menyelidiki tindakan kekerasan yang dilakukan kepada Ahmadiyah yang telah diformalisasi dalam bentuk kebijakan dan regulasi," lanjut Indria.

Ketiga LSM tersebut juga menyampaikan hasil pemantauan Kontras terhadap peristiwa bentrokan di Cikeusik. Kontras menyimpulkan, terdapat pelanggaran hak asasi manusia terhadap jemaah Ahmadiyah yang diposisikan sebagai korban. "Hak atas hidup, tidak mendapat keamanan, dan hak untuk mempertahankan harta miliknya," kata Indria.

Kesimpulan tersebut didapat setelah Kontras meminta keterangan sejumlah saksi baik dari pihak Ahmadiyah yang menjadi korban maupun pihak warga Cikeusik yang tidak terlibat bentrokan. "Korban saja dan saksi-saksi yang ada di situ. Karena posisi kami bukan Komnas HAM atau polisi yang bisa memanggil warga yang menyerang, atau kapolres, kapolda," tambah Indria. 

Selain mendesak Komnas HAM, ketiga LSM itu juga meminta Polri untuk menindak tegas pelaku kekerasan terhadap jemaah Ahmadiah. Ketidaktegasan Polri selama ini, menurut Indria, memicu keberanian kelompok-kelompok radikal untuk melakukan kekerasan terhadap Ahmadiyah di daerah. "Polri harus semakin responsif dan sensitif dalam menangkal dan mencegah kekerasan," ungkapnya.

Nurkholis menambahkan, hingga kini pemerintah masih tampak membiarkan kekerasan berbasis agama berkembang di Indonesia. "Bau impunitas (pembiaran) masih ada. Belum ada kebijakan memadai untuk mencegah atau menjamin peristiwa ini tidak terulang," katanya.

Oleh karenanya, mereka juga meminta DPR memastikan pembenahan profesionalitas Polri sebagai bagian dari pemerintah untuk bertindak sesuai dengan prosedur HAM. "Ke depan kalau terjadi hal-hal seperti itu, polisi bisa menggunakan kewenangannya sehingga tidak lahir korban baru," lanjut Indria.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

    Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

    Nasional
    Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

    Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

    Nasional
    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasional
    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Nasional
    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    Nasional
    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Nasional
    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Nasional
    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

    Nasional
    Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

    Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

    Nasional
    Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

    Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

    Nasional
    Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

    Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

    Nasional
    “Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

    “Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

    Nasional
    Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

    Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

    Nasional
    Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

    Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

    Nasional
    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com