Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dokumen BLBI Juga Disita dari Meja Antasari

Kompas.com - 19/04/2011, 13:49 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Selain menyita dokumen IT terkait laporan masyarakat, penyidik Polri juga menyita dokumen yang berkaitan dengan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dari meja Antasari Azhar, mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi. Antasari mempertanyakan penyitaan dokumen yang tidak berhubungan dengan kasus pembunuhan Direktur PT Rajawali Putra Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen, yang menjerat dirinya.

"Penyidik menyita tiga dokumen dari ruangan Pak Antasari di KPK. Tiga dokumen yang disita tentang BLBI, perjanjian swasta dengan BUMN, dan satu bundel pengaduan masyarakat, ya termasuk soal IT," ujar kuasa hukum Antasari, Maqdir Ismail, saat dihubungi wartawan, Selasa (19/4/2011).

Menurut putusan pengadilan, dokumen-dokumen yang disita penyidik Polri tersebut harus dikembalikan ke KPK. Namun, menurut Maqdir, hingga kini pihaknya belum mengetahui apakah sejumlah dokumen itu sudah dikembalikan atau belum. "Termasuk apakah dokumen itu masih ada atau tidak," ucapnya.

Sebelumnya, Antasari mempertanyakan penyitaan dokumen mengenai kasus pengadaan IT (teknologi informasi) di salah satu institusi yang dianggap ilegal. Dokumen itu disita dari meja kerjanya di KPK.

Terkait dokumen laporan masyarakat yang berkaitan dengan IT, Maqdir belum dapat menjelaskan lebih detail substansi dokumen tersebut. "Tidak jelas IT yang di mana, belum tentu tentang KPU (pengadaan perangkat IT dalam perhitungan suara di KPU)," katanya.

Untuk diketahui, pada saat pembacaan pleidoi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Antasari mengatakan, dirinya tengah menangani dugaan korupsi IT KPU saat pembunuhan Nasrudin terjadi. Sebelumnya, Maqdir mengatakan, penyitaan dokumen yang tidak berhubungan dengan kasus Nasrudin oleh Polri itu melanggar ketentuan. Seharusnya, menurut dia, penyidik memilah-milah semua dokumen untuk dijadikan alat bukti.

Kejanggalan penyitaan tersebut dan kejanggalan penanganan kasus Antasari lainnya, menurut Maqdir, akan dituangkan dalam memori Peninjauan Kembali (PK) yang tengah disusun pihak Antasari. Berkas memori tersebut hampir rampung. "80-90 persen," ujarnya. 

Kapan memori PK diajukan, kata Maqdir, itu tergantung Antasari. "Ini lebih pada perasaan Pak Antasari dan keluarga, ya karena yang berhak mengajukan PK terpidana," ungkapnya. 

Dugaan rekayasa dalam kasus Antasari ini kembali mencuat setelah Komisi Yudisial melakukan pemeriksaan terhadap kemungkinan pelanggaran kode etik yang dilakukan hakim perkara Antasari dari tingkat pertama, banding, dan kasasi. 

KY menilai adanya pengabaian bukti-bukti penting yang dilakukan hakim. Maqdir menambahkan, pengajuan PK tidak harus menunggu hasil eksaminasi KY tersebut. "Sepanjang kami merasa siap dan sempurna," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Kaesang Sebut Ayahnya Akan Bantu Kampanye Pilkada, Jokowi: Itu Urusan PSI

    Kaesang Sebut Ayahnya Akan Bantu Kampanye Pilkada, Jokowi: Itu Urusan PSI

    Nasional
    Oknum TNI AL Pukul Sopir Pikap di Bogor, Danpuspom: Ada Miskomunikasi di Jalan

    Oknum TNI AL Pukul Sopir Pikap di Bogor, Danpuspom: Ada Miskomunikasi di Jalan

    Nasional
    Ruang Kerja Sekjen DPR Indra Iskandar Digeledah KPK, BURT: Proses Hukum Harus Kita Hormati

    Ruang Kerja Sekjen DPR Indra Iskandar Digeledah KPK, BURT: Proses Hukum Harus Kita Hormati

    Nasional
    Kompolnas Duga Ada Pelanggaran Penugasan Brigadir RAT untuk Kawal Pengusaha

    Kompolnas Duga Ada Pelanggaran Penugasan Brigadir RAT untuk Kawal Pengusaha

    Nasional
    Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

    Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

    Nasional
    Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

    Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

    Nasional
    Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

    Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

    Nasional
    Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

    Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

    Nasional
    Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

    Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

    Nasional
    Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

    Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

    Nasional
    Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

    Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

    Nasional
    Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

    Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

    Nasional
    Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

    Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

    Nasional
    Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

    Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

    Nasional
    Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

    Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com