JAKARTA, KOMPAS.com — Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch, Febri Diansyah, mengatakan bahwa KPK perlu mengevaluasi kinerja internal. Hal itu terutama bagi para penyidik yang menangani kasus dugaan suap cek pelawat dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior BI Miranda Swaray Goeltom pada tahun 2004. Belum terungkapnya sang penyuap 25 anggota Komisi IX DPR 2004-2009 itu dinilai sebagai sebuah kejanggalan dalam proses pengungkapan kasus ini.
"Dikhawatirkan, ada penyidik yang memiliki kekuatan tidak steril di dalam tubuh KPK. Oleh sebab itu, penuntasan kasus tidak bisa maksimal, terutama kasus traveller cheques ini (cek pelawat)," ujar Febri dalam diskusi di Gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta, Kamis (7/4/2011).
Menurut Febri, pimpinan KPK harus secara tegas mengevaluasi para penyidik di KPK. Jika tidak dilakukan, maka nama besar KPK akan dipertaruhkan. Apalagi, masa jabatan Ketua KPK, Busyro Muqoddas, hanya tersisa 8 bulan lagi. Ketegasan Busyro dibutuhkan untuk menyelesaikan kasus ini.
"KPK harus dikritik dalam kasus traveller cheque ini. Mereka harus diawasi dengan tingkatan yang maksimal. KPK tidak boleh hancur dan kalah oleh mafia politik dan bisnis, terutama dalam kasus itu (cek pelawat)," ucap Febri.
Sementara itu, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Erna Ratna Ningsih menduga, diskriminasi kasus cek pelawat ini terjadi karena KPK mendapat intervensi dan tekanan dari pihak luar.
"Jangan sampai ada intervensi kelompok-kelompok dari pihak luar untuk kasus ini sehingga terjadi diskriminasi. Ini kan juga menyangkut kredibilitas KPK," kata Erna dalam kesempatan yang sama.
Seperti yang diketahui, meski telah menetapkan 26 anggota DPR 2004-2009 sebagai tersangka, KPK belum menjerat satu orang pun yang disangka sebagai penyuap. KPK beralasan, saksi kunci, Nunun Nurbaeti, yang bisa menguak jati diri penyuap, belum bisa dimintai keterangan karena alasan sakit lupa berat.
Baca juga: Di Mana Arie Malangjudo?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.