Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Telaah Laporan LSM soal Gedung Baru

Kompas.com - 06/04/2011, 20:20 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi menindaklanjuti laporan sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Penegak Citra DPR dan Pemantauan Rencana Pembangunan Gedung DPR terkait dugaan korupsi dalam rencana pembangunan gedung DPR. Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, pihaknya tengah menelaah laporan tersebut.

"Masih dipelajari, kami telaah dulu," kata Johan ketika dihubungi, Rabu (6/4/2011).

Apakah KPK akan menyelidiki dugaan korupsi yang disampaikan sejumlah LSM tersebut, menurut Johan, tergantung dari hasil penelaahan.

"Kemarin kan ada info, data tambahan dari LSM itu, kami dalami dulu," ujanrya.

Sejumlah LSM, Selasa (5/4/2011), menyerahkan sejumlah bukti tambahan untuk melengkapi laporan aduan yang mereka sampaikan ke KPK tentang dugaan korupsi rencana pembangunan gedung DPR. Laporan itu telah dimasukkan pada Februari lalu. Koalisi LSM meminta KPK segera menelisik dugaan adanya penyelewengan dalam rencana pembangunan gedung DPR, terutama yang berkaitan dengan anggaran biaya konsultasi rencana pembangunan gedung yang nilainya mencapai Rp14,5 miliar.

Peneliti Transpansi Internasional Indonesia  yang tergabung dalam koalisi, Heni Yulianto, mengatakan, terdapat dugaan tindak pidana korupsi dalam penentuan anggaran konsultasi tersebut. Penganggaran dana konsultasi dinilainya tidak transparan dan melalui proses yang tidak wajar.

"Apakah memang ada indikasi korupsi, mark up, atau permainan antara oknum DPR dan kontraktor," katanya.

Ketidakwajaran tersebut, lanjut Heni, terlihat pula dari biaya konsultasi yang berubah-ubah. "Awalnya dibilang Rp 50 miliar, berubah jadi Rp 20 miliar, sekarang Rp18 miliar sekian, kemarin Setjen (Sekretariat Jenderal DPR) merevisi angka jadi Rp14,5 miliar. Ini menjadi angka-angka yang misterius yang sebenarnya publik wajib bertanya angka itu riilnya berapa, untuk apa saja," ujarnya.

Selain itu, anggaran untuk biaya konsultasi tersebut, sepengetahuannya tidak disetujui pimpinan DPR periode sebelumnya. "Tetapi ini terus-menerus berjalan. Keputusan politik apa yang melanjutkan ini? Dokumen yang mana? Yang disampaikan ke kami selalu dokumen yang sudah diedit, bukan yang asli," ungkap Heni. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

    Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

    Nasional
    Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

    Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

    Nasional
    Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

    Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

    Nasional
    Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

    Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

    Nasional
    Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

    Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

    Nasional
    Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

    Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

    Nasional
    Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

    Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

    Nasional
    SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

    SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

    Nasional
    'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

    "Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

    Nasional
    Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

    Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

    Nasional
    Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

    Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

    Nasional
    Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

    Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

    Nasional
    Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

    Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

    Nasional
    Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

    Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

    Nasional
    Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

    Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com