Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyadapan dan Penahanan Menjadi Kewenangan Sementara

Kompas.com - 04/04/2011, 03:15 WIB

Jakarta, Kompas - Kebutuhan intelijen untuk menahan dan menyadap dapat diberikan, tetapi bersifat sementara, sesuai dengan misi operasi pada instansi intelijen tertentu. Hal ini tidak boleh menjadi kewenangan melekat sebuah instansi, misalnya Badan Intelijen Negara, sebagaimana disebutkan dalam Rancangan Undang-Undang Intelijen Negara.

Hal itu disampaikan pengamat militer Kusnanto Anggoro di Jakarta, akhir pekan lalu. Menurut Kusnanto, harus diakui ada kebutuhan dari intelijen untuk mendapatkan informasi, baik dengan cara menyadap maupun menahan. Karena kewenangan tersebut tidak bisa melekat dan permanen pada sebuah instansi seperti Badan Intelijen Negara, solusinya adalah kewenangan itu diberikan sementara kepada instansi yang memang mampu dalam melaksanakan sebuah misi.

Misalnya, dari informasi intelijen, Presiden lalu memerintahkan untuk menyelesaikan sebuah masalah, misalnya terorisme. ”Jadi ada yang bertugas ad hoc, atas perintah Presiden, mereka boleh menyadap atau menahan dengan pengawasan dan mekanisme tertentu,” kata Kusnanto.

Menurut Kusnanto, hal ini akan menjadi jalan tengah di tengah perdebatan antara memasukkan wewenang penangkapan dan penahanan untuk BIN dalam RUU Intelijen dan wacana tentang demokrasi dan hak publik. Hal ini mengoptimalkan mekanisme kerja organisasi. BIN tidak mendapat wewenang yang sangat luas. Sementara penugasan bisa diserahkan kepada pihak yang memiliki spesialisasi.

Menurut Kusnanto, merujuk pada usulan pemerintah terhadap RUU tersebut, kewenangan menangkap dan menahan itu bersifat permanen. ”Ini akan jadi jembatan, intelijen di satu sisi didamaikan dengan HAM di sisi lain,” kata Kusnanto.

Sementara itu, 22 lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Advokasi RUU Intelijen kembali menegaskan pendapatnya bahwa intelijen perlu izin pengadilan untuk melakukan penyadapan. Koalisi yang di antaranya terdiri dari Kontras, IDSPS, Imparsial, serta Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) ini merujuk pada keputusan Mahkamah Konstitusi bahwa penyadapan tidak bisa dilakukan tanpa batas dan mekanisme baku.

Harus ada RUU Penyadapan yang berdiri sendiri, lepas dari pengaturan umum terhadap intelijen. Pengaturan penyadapan yang tidak rinci akan mudah disalahgunakan untuk kepentingan penguasa dalam menghadapi lawan-lawan politiknya.

Presiden turun tangan

Direktur Program Imparsial Al Araf, yang anggota Koalisi Advokasi RUU Intelijen, menyatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus segera turun tangan mencegah RUU Intelijen menjadi perangkat hukum pelanggaran hak asasi manusia. Apabila tak ingin dituding punya kepentingan memanfaatkan RUU Intelijen terkait dengan Pemilu 2014, seharusnya Presiden bisa menginstruksikan Menteri Pertahanan dan Kepala Badan Intelijen Negara untuk tidak lagi menyetujui kewenangan penangkapan dan penyadapan tanpa otorisasi pengadilan tersebut

Deputi Direktur Elsam Zainal Abidin mengatakan, seharusnya pemerintah membuat perangkat aturan khusus mengenai syarat dan tata cara penyadapan atau intersepsi komunikasi. Semestinya pemerintah tak menganggap kaku otorisasi pengadilan sehingga disebut bakal menghambat proses penyadapan.

Otorisasi ini bisa diperoleh melalui persetujuan hakim atau kepala pengadilan negeri, baik di pengadilan maupun di luar pengadilan. Bahkan jika pun harus dilakukan tanpa lebih dulu melalui otorisasi pengadilan atau hakim, penyadapan tetap bisa dilakukan, hanya waktunya dibatasi, kemudian aparat intelijen tetap harus melaporkannya ke pengadilan.

Koalisi menilai kewenangan penyadapan tanpa izin pengadilan sebenarnya bisa dilakukan jika itu dilakukan terhadap operasi kontraintelijen pihak asing atau operasi-operasi intelijen di luar negeri. ”Bukan penyadapan terhadap warga negara sendiri,” kata Al Araf. (EDN/BIL)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com