JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR, Marthin Hutabarat, mengapresiasi langkah Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar yang menarik draf RUU Tindak Pidana Korupsi untuk disempurnakan. Menurut Marthin, langkah Patrialis tepat untuk mengevaluasinya kembali sebelum draf yang sempat menuai kontroversi dari publik itu sudah sampai di DPR.
"Saya mengapresiasi langkah Menkumham menarik kembali, untuk memperbaiki sesuai respon masyarakat yang mengesankan RUU diperlemah," katanya di Gedung DPR RI, Jumat (1/4/2011).
Ia berpendapat, RUU Tipikor yang akan diajukan hendaknya tidak terkesan berupaya memperlemah semangat pemberantasan korupsi. Padahal, semangat pemberantasan korupsi justru tengah berkembang dengan sangat kuat di tengah masyarakat. Marthin memperkirakan perdebatan sengit akan terjadi dalam pembahasan tentang definisi korupsi. Definisi korupsi nantinya akan mengalami perkembangan, salah satunya pengertian tentang keuangan negara.
"Ini kan jadi wawasan baru, korupsi kan tidak hanya menyangkut keuangan negara saja tetapi korupsi di organisasi lainnya, ormas di parpol dimana-mana. Kalau itu merupakan penyimpangan dari kaidah yang berlaku dalam soal pengelolaan uang negara, itu bisa jadi korupsi dan ini akan jadi perdebatan," tambahnya.
Selain itu, Marthin menilai masyarakat perlu dilibatkan untuk memberi masukan terhadap kebijakan pemberantasan korupsi ini, termasuk melibatkan masyarakat untuk menjadi penyidik independen KPK. KPK tidak dapat terus bergantung dari kepolisian dalam hal sumber dayanya.
"Kalau KPK mau dipertahankan terus buat penyidiknya. Penyidik KPK kan sekarang dari kepolisian ratusan orang itu. Jadi ini kan filosofinya untuk membuat institusi itu sudah beda. Kalau kita sudah melihat korupsi semakin tidak baik penanganannya, dan kalau KPK mau diteruskan sebagai institusi 30-40 tahun ke depan, buat penyidiknya," tandasnya.
Pemerintah Tunda Pengajuan
Seperti diberitakan Kompas (1/4/2011), Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar meminta kembali draf Rancangan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang sebelumnya sudah diserahkan ke Sekretariat Negara untuk disempurnakan. RUU itu belum akan segera diserahkan ke parlemen.
Langkah ini dilakukan, Kamis (31/3), setelah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemhuk dan HAM) mengkaji sejumlah substansi dari RUU tersebut. Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch dan sejumlah aktivis antikorupsi menolak draf RUU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Antikorupsi) dari pemerintah itu karena dinilai justru melemahkan spirit pemberantasan korupsi.
Busyro Muqoddas, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), juga meminta pemerintah tidak mengajukan RUU itu ke DPR sebelum mengkajinya lagi melalui survei publik dan telaah kritis dari berbagai kalangan (Kompas, 29/3).