Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dampak Pelarangan Ahmadiyah Kontradiktif

Kompas.com - 13/03/2011, 20:48 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah daerah sudah mengeluarkan peraturan daerah untuk melarang kegiatan Ahmadiyah di daerahnya masing-masing seperti yang dilakukan Jawa Timur, Jawa Barat, dan Sumatera Selatan. Pemimpin tertinggi di wilayah tersebut mengeluarkan larangan kegiatan Ahmadiyah dengan alasan untuk menjaga ketertiban umum.

Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Dampak SK Gubernur terkait pelarangan kegiatan Ahmadiyah justru kontradiktif dari cita-citanya semula. Daerah-daerah yang mengeluarkan aturan tersebut justru semakin meningkat eskalasi konfliknya.

"Memang dasar untuk mengeluarkan SK atas nama ketertiban dan keamanan, tapi menurut kita itu jauh dari apa yang mereka inginkan karena faktanya setelah dikeluarkannya eskalasi kekerasan semakin terjadi," ungkap Ketua YLBHI, Erna Ratnaningsih, Minggu (13/3/2011), saat dijumpai di kantor YLBHI, Jakarta.

Ia mencontohkan daera-daerah yang mengeluarkan peraturan lokal baik dalam bentuk Pergub, Perbup, maupun SK justru semakin berkonflik antarsesama warganya. Terutama, warga Ahmadiyah melawan sekelompok ormas yang mengatasnamakan agama.

Peraturan tersebut, menurut Erna, justru menjadi alat legitimasi untuk melakukan diskriminasi terhadap jemaah Ahmadiyah di Indonesia. "Lihat saja Jawa Barat, mulai dari tingkat kabupaten, bupatinya mengeluarkan Perbup melarang aktivitas Ahmadiyah. Hasilnya? Yang terakhir justru penyerangan lagi di Ciaruteun. Jawa Barat yang paling banyak aturan tapi yang paling sering konflik. Jadi hasilnya kontradiktif," ungkap Erna.

Di sisi lain, daerah-daerah yang adem ayem tak meributkan keberadaan jemaah Ahmadiyah dan tidak mengeluarkan aturan pelarangan Ahmadiyah justru tampak aman tentram. Salah satu contohnya, yakni di Yogyakarta.

"Di Jogja itu paling banyak warga Ahmadiyah dan di sana juga pusat pergerakan Ahmadiyah. Tapi gubernurnya enggak ikut-ikutan buat larangan, jadinya adem ayem aja kan tidak masalah," tandas Erna.

Menurut Erna, aturan daerah yang melarang kegiatan Ahmadiyah sebenarnya tidak diperlukan. Pasalnya, warga Ahmadiyah juga memiliki hak untuk meyakini kepercayaannya dan hal itu sudah dijamin dalam konstitusi.

"Pengeluaran aturan berlandaskan SKB Tiga Menteri itu salah kaprah karena di dalam SKB hanya melarang penyebaran Ahmadiyah, bukan kegiatan beribadah mereka," ujar Erna.

Aturan larangan Ahmadiyah yang dikeluarkan daerah, lanjutnya, juga sarat diskriminasi. "Harusnya aturan yang dibuat pemerintah jangan hanya ditujukan kepada Ahmadiyah tapi pada seluruh WNI karena kalau hanya Ahmadiyah saja, jelas itu diskriminatif," tegas Erna.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

    Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

    Nasional
    Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

    Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

    Nasional
    Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

    Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

    Nasional
    Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

    Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

    Nasional
    Ganjar Bubarkan TPN

    Ganjar Bubarkan TPN

    Nasional
    BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

    BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

    Nasional
    TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

    TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

    Nasional
    Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

    Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

    Nasional
    Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

    Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

    Nasional
    Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

    Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

    Nasional
    Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

    Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

    Nasional
    Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

    Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

    Nasional
    Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

    Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

    Nasional
    SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

    SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com