Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahfudz: Siapa yang Mendikte Presiden?

Kompas.com - 12/03/2011, 10:38 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengenai rencana evaluasi koalisi dan wacana perombakan kabinet (reshuffle) mengundang banyak pertanyaan. Selain soal sikap Istana terhadap nasib para menteri dari partai anggota koalisi, pernyataan Presiden bahwa dirinya tak ingin dipaksa dan didikte untuk melakukan reshuffle merupakan pertanyaan menarik.

"Jadi kalau kita lihat, gagasan reshuffle yang disampaikan sejumlah kalangan enggak match dengan jalan pikiran Presiden SBY. Nah, siapa yang mendikte?" tanya Wakil Sekjen PKS Mahfudz Siddiq dalam diskusi mingguan Polemik di Warung Daun Cikini, Sabtu (12/3/2011).

Menurutnya, peluru reshuffle itu pertama kali diderukan oleh orang-orang Demokrat sendiri. Oleh karena itu, sejak digulirkan, Anggota Komisi I DPR ini melihatnya sebagai bola panas yang dilemparkan ke SBY dan bisa jadi blunder politik.

"Kekhawatiran saya terbukti ketika Presiden menyampaikan pidato, misalnya dalam kalimat 'menyangkut isu reshuffle arahnya ada yang kurang logis, seolah-olah saya dipaksa diharuskan didikte untuk segera melakukan reshuffle. Lalu ada yang katakan kenapa lamban?' Iya kan?" tambahnya.

Mahfud juga merujuk pernyataan tiga elit Demokrat, Ulil Abshar Abdala, Ikhsan Mojo dan Rahlan Nasidiq yang dinilainya telah melontarkan desakan tajam kepada Presiden untuk melakukan reshuffle.

"Setelah Pak Sudi Silalahi pidato, memang ada permintaan presiden agar cooling down. Tapi Ulil sepertinya gasnya panas, dia bilang waktu reshuffle sudah mendesak. Waktu untuk reshuffle saat ini. Ada Rahlan Nasiddiq, katanya kami ingin segera dilakukan reshuffle. Terakhir dari Ikhsan Mojo, katanya kinerja kedua menteri PKS, Mentan dan Menkominfo masuk karegori buruk dan mereka harus di-reshuffle. Ini kan jelas dimensi desakan kuat," paparnya.

Demokrat bantah

Hal ini langsung dibantah oleh Wasekjen Demokrat Saan Mustofa. Menurutnya, Demokrat tahu betul mana yang menjadi wilayah partai dan mana yang menjadi wilayah kekuasaan Presiden. "Saya katakan itu bukan domain Partai Demokrat. Jangankan ngasih advise, masa depan menteri-menteri Demokrat di kabinet saja kita enggak tahu posisinya seperti apa, kinerjanya bagaimana dan posisinya aman atau tidak, kita enggak tahu. Kalau ada kader Demokrat begitu, itu mungkin pendapat pribadi," tegasnya.

Saan mengatakan partai sudah mengingatkan bahwa partai harus memahami perbedaan wilayah kewenangan partai dan wilayah presiden. Meski Presiden SBY adalah ketua dewan pembina partai, Demokrat tak akan mencampuri hak presiden.

Ketua DPP PAN, Bima Arya menambahkan terlalu picik bila mengartikan desakan yang dimaksud Presiden SBY diarahkan kepada elit Demokrat. "Sangat simplisitis, kalau pernyataan kurang logis mengarah kepada Ulil, Ihsan dan Rahlan. Bisa jadi mengarah kepada pengamat, atau ke Buya Maarif. Banyak riak-riak. Jadi bukan reshuffle batal karena pernyataan elit Demokrat. Kalau kita anggap mereka provokator sehingga reshuffle batal, itu terlalu naif," tegasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

    Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

    Nasional
    Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

    Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

    Nasional
    Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

    Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

    Nasional
    Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

    Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

    Nasional
    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

    Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

    Nasional
    Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

    Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

    Nasional
    Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

    Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

    Nasional
    Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

    Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

    Nasional
    Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

    Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

    Nasional
    Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

    Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

    Nasional
    Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

    Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

    Nasional
    Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

    Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

    Nasional
    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

    Nasional
    Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

    Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com