Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dampak Sosial Ledakan Penduduk di Sumba

Kompas.com - 03/03/2011, 22:47 WIB

Kepala Urusan Pemerintahan Desa Matakapone Kecamatan Kodi Bangedo Robert Rihiwanda mengatakan, kelahiran tinggi karena sebagian besar keluarga menilai, banyak anak banyak rezeki. Mereka bahkan berlomba-lomba menciptakan anak.

"Kalau ada teman seusia yang sudah punya enam anak, dan tinggal bertetangga, dia juga berjuang supaya punyak anak lebih dari enam. Ini berlaku hampir di sel uruh warga Kodi. Mereka gengsi bila punya anak hanya 2-3 orang karena dianggap tidak jantan, dan secara social kurang dihargai," kata Rihiwanda.

Program KB dinilai secara negatif yakni upaya pemerintah menekan laju penduduk dari kelompok masyarakat tertentu. Program ini pun jarang diterima di kalangan pasangan usia subur. Pergaulan di kalangan remaja sangat bebas. Mereka tidak lagi memperhatikan nilai-nilai adat dan budaya setempat. Bahkan tatanan adat dinilai sebagai aturan yang sudah ketinggalan zaman.

Meski orangtua tidak mampu, tetapi para remaja ini memaksa memiliki telepon seluler. Telepon ini membuat kebanyakan remaja tidak lagi masuk sekolah dan menggunakan waktu belajar untuk jalan-jalan di pusat kota kabupaten.

"Mereka diajak teman menonton televisi, dan film porno sampai larut malam. Setelah puas di kota, mereka pulang ke rumah di kecamatan atau desa. Di sana, mereka tidak lagi mendengar perintah atau nasihat orangtua. Bahkan orangtua dianggap tidak tahu apa-apa soal perkembangan zaman sekarang," kata Rihiwanda.

Persoalan sumber daya orangtua yang rendah, buta huruf, tidak tahu tulis dan baca menjadi salah satu penyebab pergaulan bebas di kalangan remaja. Orangtua tidak mampu mengendalikan perilaku anak yang bejat karena selalu dibohongi anak-anak.

Anak-anak sekolah berangkat dari rumah dengan seragam sekolah, tetapi kemudian di jalan mereka diajak teman untuk pergi ke kota, atau menonton CD porno di rumah teman sambil meneguk minuman keras dan merokok.

Rihiwanda menjelaskan, orangtua justru senang bila anak-anak mulai memegang HP, bisa mengendarai sepeda motor, dan menceritakan sesuatu yang mencirikan kehidupan orang di kota. "Mereka bangga bila anak-anak berpenampilan moderen seperti kebanyakan remaja yang tampil di televisi. Mereka pun membiarkan anak berbuat apa saja, sesuai selera anak. Ini berdampak sangat buruk bagi kehidupan anak itu sendiri," kata Rihiwanda.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com