Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Panggoba Pun Kini Sulit Memprediksi

Kompas.com - 02/03/2011, 02:46 WIB

Di kalangan masyarakat di Gorontalo, panggoba berperan penting bagi dunia pertanian. Kepada panggoba, petani bertanya kapan waktu yang tepat untuk menanam dan memanen. Kini, peran panggoba berkurang sebab cuaca kian sulit diprediksi.

Panggoba adalah sebutan bagi orang yang menguasai ilmu perbintangan. Ilmu tersebut diwariskan turun-temurun. Dengan melihat posisi bintang, panggoba akan menentukan kapan waktu yang tepat untuk memulai menanam atau memanen. Bahkan, dibagi secara rinci saat-saat yang tepat untuk menanam tanaman yang berbuah di bawah (kacang tanah), berbuah di tengah (jagung), dan berbuah di atas (padi).

Akuna Tuluki (75), panggoba yang ditokohkan di Desa Paris, Kecamatan Mootilango, Kabupaten Gorontalo, mengatakan, ada tiga posisi bintang yang jadi acuan. Ketiganya adalah taa daata, otoluwa, dan toto’iya. Taa daata artinya kumpulan bintang dalam jumlah banyak. Otoluwa dan toto’iya memiliki jumlah bintang sebanyak tujuh buah, pembagiannya adalah tiga bintang di atas dan empat bintang di bawah. Perbedaan antara otoluwa dan toto’iya adalah waktu peredarannya.

Otoluwa beredar mulai Juni hingga Desember. Toto’iya beredar mulai Januari hingga April. Adapun bintang jenis taa daata beredar mulai Mei hingga Juni. Toto’iya disebut oleh panggoba sebagai rajanya bintang karena pada bulan-bulan itulah waktu yang tepat untuk menyebar bibit tanaman.

”Ilmu ini saya dapat secara turun-temurun. Tak tahu kapan pertama kali ini diterapkan. Ilmu ini didasarkan pada pengalaman nenek moyang kami selama puluhan tahun atau bahkan ratusan tahun,” tutur Akuna, Minggu (20/2), yang mempelajari ilmu perbintangan sejak usia 22 tahun dari pamannya.

Akuna menuturkan, selain menguasai ilmu perbintangan dan penetapan waktu menanam, seorang panggoba juga menguasai ilmu pembasmian hama. Dalam membasmi hama, mereka menggunakan bahan-bahan alami, seperti kayu cendana, air kelapa muda, atau batu kemenyan. Caranya, kayu cendana dan batu kemenyan dihancurkan sampai halus dan dicampur dengan air kelapa muda. Setelah larut, campuran itu disebarkan di seliling petak sawah atau di pematang sesaat setelah penanaman dimulai.

”Pada zaman dulu, seorang panggoba selalu menjadi rujukan petani sebelum mereka memulai penebaran benih, menanam, atau memanen. Jika mereka tidak mengikuti anjuran panggoba, biasanya hasil panen akan buruk,” ungkap Akuna.

Seiring perubahan cuaca dan ilmu modern bidang pertanian, peran panggoba mulai surut. Saat ini tak bisa diprediksi waktu musim hujan tiba atau berakhir.

Syarifin Tuhala, petani di Desa Paris, mengaku, dirinya tak harus menuruti panggoba. Namun, ia terkadang minta pendapat panggoba sebelum mulai menebar benih. Yang terpenting perawatan tanaman karena faktor inilah yang menentukan baik tidaknya hasil panen petani. ”Sudah ada penyuluh pertanian. Kami juga menyerap ilmu dari mereka (penyuluh) dan juga terkadang masih meminta pendapat panggoba. Keduanya bisa berjalan dengan baik,” kata Syarifin. (Aris Prasetyo)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com