Pemanggungan cerita di atas berdimensi luas. Dengan itu, seniman wayang orang mendapat kesempatan untuk berekspresi diri, selain tentu saja mendapatkan penghasilan. Ekspresi diri penting dalam kesenian karena dorongan artistik yang hidup dan mendarah daging dalam diri seniman akan layu dan melahirkan rasa tak dibutuhkan yang dalam. Sementara itu, masyarakat pun ikut dirugikan karena tidak mendapat hiburan bermutu tinggi.
Bagaimana tidak rugi kalau bakat-bakat cemerlang yang ada pada pemain-pemain di lakon ini lewat begitu saja tanpa dipanggungkan? Di sana ada tarian Prabu Donolayu (diperankan oleh Sulistiyono) yang di samping gagah, melambangkan raja yang bangga dengan dirinya, juga selaras dengan penari putri dan para prajuritnya manakala digabung.
Tarian para prajurit yang menuntut kerapian dalam
Hadirnya pemain wayang, yang bisa dikatakan sebagai
Pergelaran juga bertambah elok karena besutan koreografi yang digarap cemerlang oleh Supriyadi (untuk pria) serta Haryati, Surip Handayani, dan Dora Melati (untuk wanita).
Dan akhirnya, berbagai kiprah seniman tersebut dapat dikemas dengan mengalir, sedap dipandang, dan diikuti karena garapan D Supono selaku sutradara. Supono, yang sebelum ini juga menggarap lakon ”Banjaran Gatotkaca” untuk penampilan di Sydney Opera House, berhasil membangun lakon wayang yang efisien, tanpa meninggalkan aspek artistik.
Sebagaimana lazimnya terjadi, penampilan di panggung hanyalah klimaks dari proses panjang dari lahirnya ide,
Sebagaimana ia sampaikan dalam sambutannya, melalui Paguyuban Panca Budaya yang ia pimpin, Wid ingin turut serta dalam upaya melestarikan seni budaya bangsa, khususnya seni tradisional wayang orang.