Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Kresna Menghormat Gatotkaca

Kompas.com - 14/02/2011, 04:41 WIB

Bertabur bintang

Pemanggungan cerita di atas berdimensi luas. Dengan itu, seniman wayang orang mendapat kesempatan untuk berekspresi diri, selain tentu saja mendapatkan penghasilan. Ekspresi diri penting dalam kesenian karena dorongan artistik yang hidup dan mendarah daging dalam diri seniman akan layu dan melahirkan rasa tak dibutuhkan yang dalam. Sementara itu, masyarakat pun ikut dirugikan karena tidak mendapat hiburan bermutu tinggi.

Bagaimana tidak rugi kalau bakat-bakat cemerlang yang ada pada pemain-pemain di lakon ini lewat begitu saja tanpa dipanggungkan? Di sana ada tarian Prabu Donolayu (diperankan oleh Sulistiyono) yang di samping gagah, melambangkan raja yang bangga dengan dirinya, juga selaras dengan penari putri dan para prajuritnya manakala digabung.

Tarian para prajurit yang menuntut kerapian dalam blocking dan gerak-gerak perwira, malam itu, juga tampil dengan paduan orkestra gamelan yang diramu apik oleh Suyatno dan Kadar Sumarsono.

Hadirnya pemain wayang, yang bisa dikatakan sebagai creme de la creme wayang orang dewasa ini, membuat pergelaran berhiaskan bintang. Di sana ada Teguh ”Kenthus” Ampiranto (pemeran Prabu Kresna palsu), Kis Slamet (Prabu Baladewa), Ali Marsudi (Arjuna), Nanang Riswandi (Gatotkaca palsu), Hermanto (Bima), dan Irwan R (Gatotkaca asli). Sementara di kelompok Punakawan ada Marsam (Gareng) dan Heru Sutanto (Petruk) serta Bekti yang kali ini memerankan komandan prajurit yang kocak.

Pergelaran juga bertambah elok karena besutan koreografi yang digarap cemerlang oleh Supriyadi (untuk pria) serta Haryati, Surip Handayani, dan Dora Melati (untuk wanita).

Dan akhirnya, berbagai kiprah seniman tersebut dapat dikemas dengan mengalir, sedap dipandang, dan diikuti karena garapan D Supono selaku sutradara. Supono, yang sebelum ini juga menggarap lakon ”Banjaran Gatotkaca” untuk penampilan di Sydney Opera House, berhasil membangun lakon wayang yang efisien, tanpa meninggalkan aspek artistik.

Prakarsa Panca Budaya

Sebagaimana lazimnya terjadi, penampilan di panggung hanyalah klimaks dari proses panjang dari lahirnya ide, casting, dan latihan tekun. Semua ini tak lepas dari peran Ki Ageng Widyanto Suryo Buwono. Di tengah kesibukan mengurus bisnis yang terus berkembang, Widyanto tak lupa menyisihkan rezeki dan waktunya untuk mengorganisasi pergelaran wayang orang.

Sebagaimana ia sampaikan dalam sambutannya, melalui Paguyuban Panca Budaya yang ia pimpin, Wid ingin turut serta dalam upaya melestarikan seni budaya bangsa, khususnya seni tradisional wayang orang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com