Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembubaran Ahmadiyah Bukan Solusi

Kompas.com - 10/02/2011, 16:53 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Pembubaran Ahmadiyah seperti yang pernah kencang diwacanakan Menteri Agama Suryadharma Alie, dinilai cendikiawan Muslim, Azyumardi Azra, tak menuntaskan kasus tindak kekerasan.

Sebaliknya, pembubaran Ahmadiyah bertentangan dengan UUD 1945, yang menjamin kebebasan beragama, berserikat, dan berkumpul. Azyumardi berpendapat, penegakan hukum yang tegas serta edukasi di tingkat akar rumput merupakan solusi yang terbaik.

"Kuncinya penegakan hukum yang tegas dan tak pandang bulu. Dengan demikian, mereka kapok, jera melakukan tindak kekerasan. Karena (tindak kekerasan terhadap umat beragama) melanggar UUD 1945, merusak tatanan hukum dan harmoni di masyarakat," kata Azyumardi, yang juga Guru Besar Sejarah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, kepada Kompas.com, Rabu (9/2/2011).

Azyumardi juga menekankan pentingnya bagi ulama, tokoh masyarakat, dan di tingkat akar rumput untuk memberikan edukasi dan deradikalisasi kepada masyarakat. Masyarakat diminta tak alergi terhadap keberadaan warga Ahmadiyah.

"Jangan cepat marah. Perkuat saja keimanan kita sendiri. Kementerian Agama perlu memberikan pendidikan yang lebih intensif lagi kepada umat Islam di tingkat bawah supaya tidak goyah keimanannya," katanya.

"Kementerian Agama jangan hanya sibuk dengan urusan haji saja. Urusan haji kan urusan orang Islam saja. Nah, Indonesia ini kan lebih dari sekedar orang Islam. Di sini banyak orang beragama lain. Ini juga harus dibina," tambahnya.

Pada kesempatan tersebut, Azyumardi juga mengingatkan peran Kementerian Agama, yaitu membangun harmoni dan memperkuat toleransi kerukunan umat beragama.

Cendikiawan Muslim ini percaya, Ahmadiyah tak merusak agama Islam. "Keimanan saya tetap saja meskipun ada orang-orang Ahmadiyah. Ahmadiyah tak mengurangi keimanan saya kepada Nabi Muhammad," katanya.

Imbau Ahmadiyah

Di sisi lain, Azyumardi juga meminta warga Ahmadiyah untuk tidak melakukan kegiatan dakwahnya secara terbuka.

"Kita juga mengimbau Ahmadiyah, tinggalkanlah misi dakwahnya yang agresif itu," kata Azyumardi, yang juga Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta.

"Dakwah itu kalau mau dilakukan, jangan mencolok. Apalagi di SKB (surat keputusan tiga menteri) dikatakan tidak boleh menyiarkan secara terbuka. Jadi, Ahmadiyah juga cobalah menahan diri. Jangan mengirim rombongan Ahmadiyah ke suatu daerah yang bisa eksplosif, seperti yang terjadi di Cikeusik," kata Azyumardi.

Azyumardi berpendapat, apa yang terjadi di Cikeusik bisa jadi mencerminkan bahwa dakwah Jeamaah Ahmadiyah dilakukan secara kasat mata.

"Mereka mengirim pendakwahnya, sekaligus juga mempertahankan aset-aset Ahmadiyah yang berada di situ. Kalau mereka tenang-tenang saja, saya kira itu tidak memancing kemarahan orang-orang Islam yang memang sudah berkeinginan menghancurkan Ahmadiyah tanpa memikirkan bahwa tindakan mereka itu tidak bisa ditolerir," katanya.

Menantang

Kapolri Jenderal Timur Pradopo dalam penjelasannya terkait insiden Cikeusik, Rabu (9/2/2011) malam, juga mengungkapkan bahwa ada sikap menantang yang ditunjukkan warga Ahmadiyah yang datang ke rumah Pemimpin Ahmadiyah Cikeusik, Suparman. Pada  Minggu (6/2/2011) pagi, urai Kapolri, sebanyak 15 orang warga Ahmadiyah datang dan menolak saat diminta meninggalkan rumah pemimpinnya.

"Pihak Polres Pandeglang telah mempersiapkan anggota yang dipimpin Kapolsek dan Kasat Samapta untuk mengamankan lokasi tersebut, dan berupaya untuk mengevakuasi   warga Ahmadiyah. Namun, mereka menolak dan menentang, serta beralasan rumah tersebut bukan milik saudara Ismail Suparman, tapi merupakan inventaris milik Jemaah Ahmadiyah, dan harus dipertahankan," kata Kapolri.

Sementara itu, Pemimpin Ahmadiyah Cikeusik, Suparman, beberapa waktu lalu, mengatakan, hubungan warga Ahmadiyah dan warga sekitar selama ini baik-baik saja.

Parman, demikian dia biasa dipanggil, menceritakan, keberadaan warga Ahmadiyah di Kampung Peundeuy, Desa Umbulan, Kecamatan Cikeusik, sudah ada sejak ia pindah ke desa tersebut pada 1992. Warga sekitar dan perangkat desa mengetahui kegiatan mereka dalam beribadah dan tidak pernah ada gangguan sama sekali.

Meski isu penyerangan terhadap warga Ahmadiyah kerap muncul, Parman yang sehari-hari menjadi guru mengaji di kampungnya tidak merasa khawatir karena hubungan mereka dan warga sekitar baik-baik saja.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

    Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

    Nasional
    Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

    Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

    Nasional
    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasional
    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Nasional
    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    Nasional
    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Nasional
    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

    Nasional
    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

    BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

    Nasional
    Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

    Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

    Nasional
    Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

    Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

    Nasional
    Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

    Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

    Nasional
    “Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

    “Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

    Nasional
    Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

    Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

    Nasional
    Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

    Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

    Nasional
    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com