Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hukuman Raja-Edmon Tak Bisa Dipaksakan

Kompas.com - 20/01/2011, 22:57 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komjen Ito Sumardi menegaskan bahwa Brigjen (Pol) Edmon Ilyas dan Brigjen (Pol) Raja Erizman tidak terbukti terlibat dalam kasus dugaan mafia pajak dan peradilan dengan salah satu terdakwa, Gayus H Tambunan.

Pihak kepolisian, kata Ito, tidak dapat menghukum mereka tanpa adanya bukti. "Mengapa harus dipaksakan? Kalau kebetulan saudara Arafat dan Sri Sumartini kan sudah terbukti, ada saksi dan lain sebagainya," kata Ito seusai menghadiri rapat pimpinan Polri di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian, Jakarta, Kamis (20/1/2011).

Ito mengatakan, Polri bukannya diskriminatif dalam menghukum anggotanya yang terlibat pelanggaran hukum. Pasalnya, hingga kini tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa Raja dan Edmon menerima uang Gayus dari Haposan Hutagalung. Haposan sendiri pun, kata Ito, tidak pernah mengatakan bahwa Raja atau Edmon menerima uang.

"Pertanyaan saya, apakah saudara Haposan mengatakan sudah diberikan (uang pada Raja atau Edmon)? Kalau sudah, itu kapan dan di mana? Buktinya apa?" katanya. Pihak kepolisian, lanjut Ito, telah melakukan pemeriksaan terhadap keduanya. Namun, keduanya tidak merasa menerima uang dari Gayus H Tambunan dalam kasus dugaan mafia pajak dan peradilan.

"Kalau memang dia tidak merasa karena mungkin ini dipegang Haposan, kan Haposan mengatakan siapa-siapa saja. Ini kan Haposan di pengadilan tidak mengatakan apa-apa," ujarnya.

Pimpinan Polri, lanjut Ito, tidak pernah menutup-nutupi kesalahan yang dibuat anggotanya. "Kalau memang salah, ya salah. Kan kasihan kalau tidak terbukti, hanya karena pendapat dan opini masyarakat, menghukum yang bersangkutan. Saya kira itu tidak adil-lah," pungkasnya.

Seperti diberitakan, Edmon Ilyas dan Raja Erizman menjabat sebagai Direktur II Ekonomi Khusus Bareskrim Mabes Polri saat kasus penggelapan pajak dengan tersangka Gayus H Tambunan berjalan.

Keduanya diduga turut andil dalam membuka blokir rekening Gayus Rp 28 miliar. Kompol Arafat, salah satu terdakwa dalam kasus mafia pajak dan mafia peradilan, menyebutkan bahwa Edmon menerima suap Rp 100 juta terkait hal tersebut.

Kemudian, tuduhan itu dibantah Edmon. Sementara dalam persidangan terdakwa lainnya, Sjahril Djohan, nama Raja Erizman disebut terlibat. Jaksa penuntut umum mengatakan, Raja menerima Haposan dan Sjahril Djohan di ruangannya untuk membicarakan pembagian suap Gayus Rp 20 miliar.

Hingga kini, keduanya masih berstatus terperiksa di Divisi Propam Mabes Polri. Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam Instruksi Presiden memerintahkan institusi yang terkait, termasuk Polri, untuk segera memecat oknumnya yang terlibat kasus Gayus atau Bank Century.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

    Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

    Nasional
    Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

    Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

    Nasional
    Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

    Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

    Nasional
    Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

    Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

    Nasional
    Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

    Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

    Nasional
    'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

    "Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

    Nasional
    Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

    Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

    Nasional
    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    Nasional
    Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

    Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

    Nasional
    Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

    Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

    Nasional
    Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

    Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

    Nasional
    Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

    Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

    Nasional
    KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

    KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

    Nasional
    TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

    TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

    Nasional
    Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

    Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com