Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setgab dan Mahalnya Biaya Politik

Kompas.com - 24/12/2010, 10:17 WIB

Oleh M Hernowo dan Anita Yossihara Sekretariat Gabungan Partai Politik Pendukung Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Inilah salah satu "terobosan" penting di bidang politik tahun 2010, yang kontroversinya terus berlanjut hingga saat ini.

Saat dibuka ke media massa pada awal Mei 2010, Ketua Fraksi Partai Demokrat (saat itu) Anas Urbaningrum menuturkan, Setgab adalah inisiatif politik yang cerdas dari Presiden Yudhoyono. Setgab adalah tempat untuk membahas dan menyepakati berbagai isu serta agenda strategis, yang kemudian dilaksanakan bersama partai anggota koalisi.

Secara teori, Setgab memang punya kekuatan luar biasa untuk melaksanakan semua agenda strategis yang mereka sepakati. Kelompok ini dipimpin langsung oleh Presiden Yudhoyono dan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie menjadi Ketua Pelaksana Harian. Dengan beranggotakan enam partai, yaitu Partai Demokrat, Partai Golkar, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Kebangkitan Bangsa, Setgab menguasai 423 dari 560 kursi di DPR atau 75,5 persen.

Sejumlah keputusan Setgab diketahui juga menjadi kenyataan di DPR, misalnya, seusai rapat Setgab pada 21 September lalu. Sekretaris Setgab Syarifuddin Hasan menuturkan, Setgab mendukung calon Kepala Polri dan Panglima TNI yang diusulkan Presiden Yudhoyono. Soal pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pengganti Antasari Azhar, Sekretaris Fraksi PPP Romahurmuziy mengatakan akan mendukung calon yang lebih tua.

Semua pernyataan itu menjadi nyata. Langkah Presiden Yudhoyono mencalonkan Laksamana TNI Agus Suhartono menjadi Panglima TNI serta Jenderal (Pol) Timur Pradopo menjadi Kepala Polri mulus diterima di DPR. Busyro Muqoddas yang kelahiran tahun 1952 juga mengalahkan Bambang Widjojanto (lahir 1959) dalam pemilihan pimpinan KPK.

Sebelum dibawa ke DPR, sejumlah persoalan juga dibicarakan dahulu di Setgab. Sebelum pemerintah menyerahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta ke DPR pada 16 Desember, Setgab sudah mengadakan rapat untuk membahas hal itu bersama Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi pada 9 Desember 2010.

Enam partai anggota Setgab saat ini mengisi semua anggota Badan Kehormatan (BK) DPR, sebagai buntut dari belum selesainya konflik di alat kelengkapan DPR itu. Ini karena Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang seharusnya menjadi ketua BK masih menarik dua kadernya. Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) tak mendapat jatah di BK DPR.

Setelah Setgab terbentuk dan Sri Mulyani mundur dari jabatannya sebagai Menteri Keuangan, karena menjadi Direktur Pelaksana Bank Dunia, penuntasan kasus pemberian dana talangan Rp 6,7 triliun ke Bank Century, yang sempat ingar-bingar di DPR, juga makin tidak jelas.

"Dalam kasus Bank Century, DPR membunuh otoritasnya sendiri. DPR tidak menghormati keputusan yang dibuatnya sendiri dalam kasus itu," kata Yudi Latif dari Reform Institute. Pada 3 Maret, DPR membuat keputusan yang isinya antara lain adalah ada dugaan penyalahgunaan wewenang dalam kasus Bank Century.

Akhirnya, Yudi menuturkan, tahun 2010 menjadi tahun ambruknya politik. Ini terjadi karena politik sebagai instrumen untuk menyelesaikan problem bersama seperti kehilangan jalan karena dikendalikan partai yang didikte orang per orang.

Bayangan Setgab

Ambruknya politik ini di DPR semakin terasa. Langkah politik DPR dibayangi "kepentingan" yang muncul di Setgab. Banyak keputusan di DPR telah diputus dahulu di Setgab. Padahal, Setgab adalah lembaga yang tidak diatur dalam konstitusi. DPR jelas diatur dalam UUD 1945.

Pada saat yang sama, sejumlah anggota DPR berusaha memanfaatkan secara maksimal posisinya untuk memupuk keuntungan materi hingga mengamankan posisi politik. Selain disebabkan kurang jelasnya masa depan karier di politik, hal itu juga dipicu oleh mahalnya biaya politik.

Wakil Sekretaris Jenderal PPP Romahurmuziy menuturkan, biaya kampanye anggota DPR pada Pemilu 2009 antara Rp 300 juta dan Rp 10 miliar. Pada saat yang sama, jika rata-rata pendapatan sah anggota DPR setiap bulan Rp 70 juta, selama lima tahun menjabat mereka menerima Rp 4,2 miliar.

Kondisi ini memunculkan sejumlah usulan aneh di DPR selama tahun 2010, seperti dana aspirasi Rp 15 miliar untuk setiap anggota DPR, pembangunan gedung baru DPR Rp 1,2 triliun, hingga pembagian dana Rp 1 miliar untuk setiap desa.

Bahkan, Setgab juga menjadi bagian posisi tawar untuk mengegolkan berbagai aspirasi anggota DPR yang "aneh-aneh". Wakil Ketua DPR dari Partai Golkar Priyo Budi Santoso pernah menyatakan, partainya mulai mempertimbangkan untuk meninggalkan Setgab karena merasa ditinggalkan dalam usulan dana aspirasi untuk anggota DPR.

Dalam kondisi seperti ini, bukan hal aneh jika kemudian hampir semua target kerja DPR pada tahun 2010, tidak terpenuhi. Ini misalnya di bidang legislasi, dari 70 RUU yang masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2010, hanya delapan yang dapat disahkan menjadi undang-undang.

Ironisnya, sampai akhir tahun 2010, tidak terlihat berbagai upaya untuk memperbaiki DPR. Target Prolegnas 2011 tetap 70 RUU. Upaya untuk membatasi biaya politik lewat peraturan yang tegas dan rinci belum terlihat serius dilakukan. Penegakan etika dan kehormatan di internal DPR juga tampak ogah- ogahan dilakukan, seperti terlihat dari belum adanya penyelesaian tuntas terhadap konflik di BK DPR.

Akhirnya, bukan hal yang aneh pula jika akhirnya kekecewaan terhadap anggota dan institusi DPR terus terjadi karena perubahan sepertinya masih jauh dari parlemen....

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

    Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

    Nasional
    Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

    Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

    Nasional
    Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

    Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

    Nasional
    Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

    Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

    Nasional
    Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

    Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

    Nasional
    Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

    Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

    Nasional
    Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

    Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

    Nasional
    Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

    Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

    Nasional
    Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

    Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

    Nasional
    SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

    SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

    Nasional
    'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

    "Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

    Nasional
    Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

    Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

    Nasional
    Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

    Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

    Nasional
    Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

    Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

    Nasional
    Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

    Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com