Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hip Hop Jawa Juga Istimewa

Kompas.com - 16/12/2010, 15:16 WIB

Lahir dari jalanan, musik hip hop berbahasa Jawa terus berkembang. Saat ini, jenis musik itu menjadi bagian keistimewaan Yogyakarta. Lagu mereka, ”Jogja Istimewa” berkumandang di hadapan puluhan ribu rakyat Yogyakarta untuk meneguhkan dukungan terhadap keistimewaan Yogyakarta.

Holobis kuntul baris, Jogja tetap istimewa. Istimewa negerinya, istimewa orangnya. Jogja istimewa untuk Indonesia,” demikian syair pembuka ”Jogja Istimewa” mengumandang dari panggung di depan Gedung DPRD DIY, Senin lalu.

Lagu rap itu dinyanyikan kelompok musik hip hop Jawa Ki Jarot (Jogja Hip Hop Foundation) untuk mendorong DPRD DIY mendukung penetapan Sultan Hamengku Buwono dan Paku Alam sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY. Senin siang itu, ”Jogja Istimewa” mengalun di radio-radio di Yogyakarta. Lagu itu dinilai pas mewakili perasaan warga Yogyakarta di tengah polemik pemilihan-penetapan kepala daerah DIY.

Meski dinyanyikan selengekan, lagu itu mengandung filosofi kuat. Sepenggal liriknya, ”Menyerang tanpa pasukan, menang tanpa merendahkan, kesaktian tanpa ajian, kekayaan tanpa kemewahan,”. Lirik itu ajaran kerendahhatian.

Ki Jarot adalah kelompok musik gabungan penyanyi hip hop Jawa Marzuki Mohammad alias Kill The DJ alias Chebolang, Jahanam, dan Rotra. Mereka konsisten menyanyikan lagu rap dengan lirik berbahasa Jawa. Mereka mempertemukan musik afro-amerika dengan tradisi Jawa. Lagu Jahanam berjudul ”Tumini” sempat diputar berulang di televisi nasional.

”Hiphopdiningrat”

Perjalanan komunitas direkam pada film dokumenter ”Hiphopdiningrat”. Film berbahasa Jawa itu diputar pertama pada Festival Film Dokumenter (FFD) 2010, pekan lalu.

Film karya Marzuki dan Chandra Hutagaol tersebut merupakan kumpulan dokumentasi kegiatan komunitas Jogja Hip Hop Foundation 2003-2009. Isinya, perjalanan komunitas anak muda Yogyakarta yang bertahan dengan identitas ndesonya di tengah kuatnya pengaruh budaya Barat.

Hip hop bahasa Jawa muncul tahun 90-an dengan salah satu pentolannya, G-Stripe. Tahun 2003, Marzuki membentuk komunitas Jogja Hip Hop Foundation mewadahi kelompok musik hip hop Jawa itu. Ia menggandeng sinden terkenal Soimah, mempertebal sentuhan tradisi Jawa pada lagu-lagu mereka.

Saat menyanyi, gaya mereka khas penyanyi rap. Kacamata hitam, sepatu kets, dan topi terbalik. Namun, mereka selalu berbaju batik sebagai identitas. Musik hip hop itu pun sarat petuah dan filosofi Jawa. Bukan sumpah serapah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com