Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Demokrasi di Yogya Dipersoalkan

Kompas.com - 02/12/2010, 09:15 WIB

KOMPAS.com — Terus tertundanya pembahasan RUU Keistimewaan Yogyakarta lebih dari tujuh tahun menyisakan polemik di pengujung tahun 2010. Padahal, RUU ini menjadi salah satu prioritas Program Legislasi Nasional di DPR tahun ini. Sementara pemerintah tak kunjung menyerahkan draf RUU kepada Dewan.

Rasa jenuh masyarakat, terutama warga Yogyakarta, seakan mencapai puncaknya. Kejenuhan seolah berubah menjadi api ketika disiram pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam rapat terbatas kabinet, Jumat (26/11/2010) lalu, tentang RUU Keistimewaan Yogyakarta.

SBY menyebutkan ada tiga pilar yang harus diperhatikan dalam penyusunan RUU ini, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia, keistimewaan DIY berkaitan dengan sejarah dari aspek-aspek lain yang harus diperlakukan sesuai dengan UU, serta aspek Indonesia sebagai negara hukum dan negara demokrasi. Setelah itu SBY melontarkan pernyataan yang menjadi kontroversi hingga hari ini.

"Nilai-nilai demokrasi tidak boleh diabaikan. Oleh karena itu, tidak boleh ada sistem monarki yang bertabrakan dengan konstitusi maupun nilai-nilai demokrasi," katanya.

Kontan, publik terkejut. Pernyataan SBY dinilai mengada-ada. Reaksi keras pun terus bermunculan. Apalagi, SBY hingga kini belum pernah mengonfirmasi pernyataannya itu secara langsung.

Di berbagai media Gubernur DI Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X juga mengaku bingung dengan pernyataan SBY, terutama dengan penggunaan istilah "monarki". Menurut Sultan, pemerintahan daerah di DI Yogyakarta memiliki sistem dan manajemen organisasi yang sama dengan provinsi lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang Dasar, UU, serta peraturan pelaksanaannya.

Bahkan, Sultan menegaskan akan mempertimbangkan kembali jabatannya jika pemerintah pusat mengganggu penataan pemerintahan di DIY terkait dengan pemilihan atau penetapan gubernur. Sultan juga tidak ingin masyarakat luas menilai bahwa pemerintahan daerah di DI Yogyakarta bersifat monarki dan bertentangan dengan demokrasi. Sementara itu, mayoritas masyarakat Yogyakarta yang pro-penetapan kemudian menggulirkan usul referendum.

Pernyataan Sultan disusul oleh berbagai pernyataan dari berbagai kalangan. Seperti ada amarah di balik pernyataan yang susul-menyusul dan menggelembungkan monarki sebagai isu nasional yang menghiasi halaman media dalam sepekan ini.

Mengapa rakyat marah?

Mengapa rakyat marah? Pengamat politik Burhanuddin Muhtadi dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) menegaskan, SBY salah menempatkan strategi komunikasinya dan juga salah momentum. Karena pernyataan beberapa menit, SBY menyebar dampak yang kontraproduktif kepada dirinya sendiri dan polemik kepada masyarakat.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Kaesang Sebut Ayahnya Akan Bantu Kampanye Pilkada, Jokowi: Itu Urusan PSI

    Kaesang Sebut Ayahnya Akan Bantu Kampanye Pilkada, Jokowi: Itu Urusan PSI

    Nasional
    Oknum TNI AL Pukul Sopir Pikap di Bogor, Danpuspom: Ada Miskomunikasi di Jalan

    Oknum TNI AL Pukul Sopir Pikap di Bogor, Danpuspom: Ada Miskomunikasi di Jalan

    Nasional
    Ruang Kerja Sekjen DPR Indra Iskandar Digeledah KPK, BURT: Proses Hukum Harus Kita Hormati

    Ruang Kerja Sekjen DPR Indra Iskandar Digeledah KPK, BURT: Proses Hukum Harus Kita Hormati

    Nasional
    Kompolnas Duga Ada Pelanggaran Penugasan Brigadir RAT untuk Kawal Pengusaha

    Kompolnas Duga Ada Pelanggaran Penugasan Brigadir RAT untuk Kawal Pengusaha

    Nasional
    Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

    Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

    Nasional
    Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

    Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

    Nasional
    Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

    Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

    Nasional
    Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

    Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

    Nasional
    Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

    Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

    Nasional
    Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

    Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

    Nasional
    Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

    Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

    Nasional
    Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

    Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

    Nasional
    Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

    Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

    Nasional
    Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

    Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

    Nasional
    Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

    Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com