Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Adipati Puro Pakualaman nan Sederhana

Kompas.com - 02/12/2010, 04:05 WIB

Meski sempat dua minggu harus istirahat total karena otot melemah dan terpaksa memakai tongkat selama beberapa waktu, begitu terbebas dari tongkat, dia kembali melakukan semua kegiatannya seorang diri.

Di mata anak-anaknya, PA IX tergolong sosok serius, mandiri, dan terbuka. ”Jika bercerita, lebih banyak wejangan diungkapkan,” tutur putra pertamanya, BPH Suryo Dilogo.

Kehidupan menjauhi duniawi yang dilakoni PA IX diteladaninya secara turun-temurun dari leluhur Keraton Mataram, seperti Panembahan Senopati, Sultan Agung, Pangeran Mangkubumi, dan Pangeran Sambernyawa. Selain sederhana dan merakyat, dia juga antifeodalisme.

Ia sering mengunjungi warga dari satu desa ke desa lain. Dia bisa berjam-jam berbicara dengan petani di pinggir sawah, memperbincangkan tanaman atau ternak. Dia jengkel setiap kali mendengar pernyataan yang menyiratkan rasa rendah diri.

Anak-anak PA IX mengibaratkan cara didik ayahnya itu menyerupai pendahulunya, Paku Alam V, yang menjadi pendobrak di bidang pendidikan dengan mengharuskan putra dan putrinya belajar di sekolah formal. Pendidikan di Belanda mulai dikenalkan PA V di lingkungan Pakualaman sejak 1891. Jika tak belajar ke luar negeri, PA IX meminta anak-anaknya bergaul seluas-luasnya.

Kesehariannya tak jauh berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Dia bangun tidur pukul 05.00, pergi ke kantornya di Kepatihan pukul 07.30, dan menjalankan rutinitas pekerjaan sebagai wakil gubernur hingga sore hari. Baginya, pekerjaan harus selesai di kantor. Ia tak bersedia diganggu pekerjaan kantor jika sudah berkumpul bersama keluarga.

Waktu senggang pada sore hari biasanya dihabiskan dengan mendengarkan musik atau berkendara seorang diri.

Kaus putih dan celana pendek menjadi busana favoritnya saat bersantai. Ia juga hobi mengendarai sepeda motor bebek. Sepeda kayuh listrik turut menjadi andalannya ketika berkeliling kota.

Merasa lebih nikmat bergaul dengan rakyat, Paku Alam IX menjauhkan diri dari popularitas. Di kalangan wartawan, ia dijuluki ”Mr No Comment”. Ketika diwawancarai wartawan, ia hanya menjawab dengan senyuman sambil mengatupkan kedua tangan di dada sebagai tanda penolakan.

”Gangsir adalah binatang sejenis jangkrik, jika bersuara pada malam hari terdengar sampai jauh. Seseorang tak perlu menampakkan diri dengan kemegahannya, tetapi dengan satu-dua kata akan terdengar dan terasa getarannya,” ujarnya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com