Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demokrasi Versus Monarki Yogyakarta

Kompas.com - 01/12/2010, 10:06 WIB

Kita semua mengetahui saat ini pemerintah pusat sedang gandrung-gandrungnya dengan demokrasi. Sehingga semua proses selain ala demokrasi Barat dianggap tidak demokratis. Jadi, semua harus disamaratakan dengan Jakarta, jika tidak sama maka akan dicap sebagai feodal, meskipun jika dilihat kondisi di Indonesia tidak demokratis-demokratis amat. Misalnya, kasus di Jakarta di mana wali kotanya merupakan tunjukan langsung bukan pemilihan langsung. Lalu ada otonomi khusus bagi Papua dan hukum syariah untuk Aceh. Nyatanya semua berjalan dengan baik.

Karena pada intinya baik semua prinsip yang diatur dan dianut negara Indonesia tentu muaranya adalah demi kepentingan dan kesejahteraan masyarakat luas, bukan demi membela paham-paham tertentu. Satu titik inilah yang seharusnya disadari oleh tidak hanya pemerintah pusat, tetapi juga pemerintah daerah Yogyakarta. Untuk apa pemerintah pusat ngotot menerapkan pemilihan langsung yang menurut mereka demokratis dan apa gunanya pemerintah DIY bersikeras untuk tetap istimewa jika semua tidak menjunjung tinggi asas kemaslahatan umat DIY khususnya dan Indonesia umumnya.

Semua pihak baik pusat maupun daerah harus belajar untuk ndawaake usus (belajar sabar) agar gejolak yang ada di masyarakat tidak mudah terpancing. 

SURONO Peneliti Pusat Studi Pancasila UGM Yogyakarta

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com