Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Paduan Maut: Korupsi dan Perubahan Iklim

Kompas.com - 19/11/2010, 03:22 WIB

Menurut Hakan, potensi korupsi juga besar jika mekanisme yang dipakai masih sama seperti proyek multinasional sebelumnya. ”Apakah kita masih mau mengirimkan dana melalui proyek Bank Dunia seperti sebelumnya?” ujarnya. Dia menyarankan agar dicari terobosan baru yang lebih transparan dan tidak top down dalam penyaluran dana adaptasi ke negara yang membutuhkan.

Pengalaman masa lalu mengajarkan, proyek yang didanai melalui lembaga keuangan multinasional dengan mekanisme top down dan minim partisipasi lokal rentan dikorup, selain juga salah sasaran dan memicu konflik. Direktur Bank Dunia Sri Mulyani, yang menjadi pembicara dalam pembukaan konferensi, menyatakan, Bank Dunia kini punya komitmen tinggi terhadap pemberantasan korupsi.

Belajar dari kegagalan proyek yang disalurkan lewat pemerintah, menurut Hakan, penentu kebijakan global kini juga tengah menjajaki kemungkinan penyaluran dana adaptasi melalui sektor swasta. Namun, di banyak negara berkembang, sektor swasta juga tak kalah korup dibandingkan pemerintahnya.

Menurut Hakan, prasyarat yang harus disiapkan sebelum menerapkan program adaptasi di negara berkembang adalah meningkatkan integritas pemerintah dan sektor swastanya. Selain itu, juga meningkatkan partisipasi gerakan sipil untuk turut mengawasi.

Susannah Kinghan, konsultan dari Water Integrity Network (WIN), menyebutkan, salah satu titik rentan korupsi dalam adaptasi adalah sektor air. Mengingat besarnya dampak perubahan iklim pada masalah air, alokasi dana ke sektor ini juga besar.

Masalah menjadi lebih kompleks karena air lekat dengan masalah politik dan konflik lintas batas negara. Ia mencontohkan Sungai Yordan, yang menjadi sumber konflik antara Israel, Jordania, dan Palestina. Contoh lain adalah konflik perebutan air Sungai Mekong yang melibatkan China, Myanmar, hingga Thailand.

Susannah juga menyebutkan tentang tren korupsi berupa penyesatan informasi untuk menutupi tanggung jawab yang mestinya dipikul pemerintah. Ia mencontohkan banjir di Pakistan dan Banglades, yang oleh otoritas setempat disebutkan karena perubahan iklim. Padahal, banjir itu juga karena kerusakan hutan dan buruknya tata kelola air.

Contoh itu mengingatkan pada kasus banjir dan longsor di Wasior, Papua Barat, serta kasus lain di Indonesia. Pemerintah biasa menyalahkan alam. Membuka akses informasi, kata Susannah, bisa mencegah korupsi karena itu artinya publik turut berpartisipasi aktif sejak dari perencanaan hingga pengawasan.

Upaya mengatasi perubahan iklim mensyaratkan perubahan cara pandang untuk tak lagi melihat permasalahan sebagai business as usual, apalagi korupsi as usual. Namun, faktanya, negara maju, pembuang emisi karbon terbesar, sibuk bersiasat untuk menghindar dari tanggung jawab. Di negara berkembang, korupsi masih jalan terus dan belum ada tanda menjadi lebih baik. (Ahmad Arif)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com