Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soeharto Penjahat Nasional

Kompas.com - 18/10/2010, 14:59 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Para korban pelanggaran hak asasi manusia semasa pemerintahan Presiden Soeharto menolak dengan tegas pemberian gelar pahlawan nasional kepada presiden kedua RI tersebut. Gelar yang tepat untuk Soeharto justru penjahat nasional.

Para korban yang tergabung dalam Jaringan Solidaritas Keluarga Korban (JSKK) Pelanggaran Hak Asasi Manusia untuk Keadilan itu merasa sakit hati dengan rencana tersebut karena mereka menilai Soeharto sebagai pelanggar berat HAM dan koruptor ulung di Indonesia.

Bedjo Untung, selaku Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965-1966, mengatakan, salah satu pelanggaran HAM yang dilakukan Soeharto adalah pembunuhan terhadap 3 juta orang yang diduga menjadi antek komunis dalam peristiwa Gerakan 30 September (G-30-S) pada 1965.

Penangkapan, pengasingan, hingga pembunuhan para tahanan politik waktu itu, kata Bedjo, sangat tidak manusiawi dan patut disamakan dengan gerakan fasisme yang dilakukan Adolf Hittler terhadap kaum Yahudi. "Soeharto itu seperti Hittler, fasisnya Indonesia. Soeharto itu sangat-sangat kejam," kata Bedjo dalam jumpa pers di kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Menteng, Jakarta Pusat, Senin (18/10/2010) siang.

"Gelar yang pantas untuk Soeharto ini sebetulnya adalah penjahat nasional," tegas Bedjo, yang pernah ditahan pada 1970-1979 di Salemba dan Tangerang karena kasus tersebut. Ayahnya juga ikut ditahan atas kasus yang sama, bahkan pernah dibuang pula ke Pulau Buru.

Kekecewaan serupa juga disampaikan oleh Suciwati, istri mantan Koordinator Kontras, Munir. Suci menilai, gelar pahlawan nasional semestinya diberikan berdasarkan asas keadilan dan keteladanan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.

Suci juga mempertanyakan gelar Bapak Pembangunan yang selama ini disandang Soeharto karena, menurutnya, proses pembangunan itu dilandasi oleh sikap koruptif oleh Soeharto dan kroninya. "Apa teladan yang bisa diambil dari Soeharto? Saya malu untuk ngomong gelar, apalagi gelar pahlawan, untuk Soeharto," tegas Suci.

Atas kekecewaan tersebut, JSKK akan mengirimkan surat keberatan kepada Menteri Sosial dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk meninjau ulang rencana pemberian gelar tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

    TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

    Nasional
    Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

    Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

    Nasional
    Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

    Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

    Nasional
    Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

    Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

    Nasional
    Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

    Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

    Nasional
    Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

    Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

    Nasional
    Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

    Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

    Nasional
    SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

    SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

    Nasional
    Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

    Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

    Nasional
    Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

    Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

    Nasional
    Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

    Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

    Nasional
    Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

    Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

    Nasional
    Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

    Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

    Nasional
    Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

    Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

    Nasional
    SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

    SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com