Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soeharto Pantas Jadi Pahlawan

Kompas.com - 18/10/2010, 14:14 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi menilai (alm) mantan Presiden Soeharto pantas memperoleh gelar Pahlawan Nasional dari negara.

"Soeharto pantas jadi pahlawan," tandas Hasyim, yang kini aktif sebagai Sekretaris Jenderal Konferensi Internasional Cendekiawan Islam (International Conference of Islamic Scholars/ICIS) di Jakarta, Senin (18/10/2010).

Hasyim mengemukakan hal itu terkait masuknya nama Soeharto bersama sembilan tokoh lainnya sebagai calon penerima gelar pahlawan yang diajukan pemerintah berdasar masukan dari masyarakat yang mengundang pro-kontra.

"Soeharto pantas jadi pahlawan bukan karena tanpa kekeliruan, namun setiap zaman ada orangnya dan setiap orang ada zamannya," katanya.

Menurut Hasyim, mengukur jasa Soeharto terhadap negara tidak bisa hanya diukur atau dilihat dari suasana Indonesia hari ini. "Soeharto memulai kekuasaannya dalam suasana revolusioner. Tanpa Soeharto, Indonesia sudah menjadi negara komunis, tanpa Pancasila, tanpa UUD 1945, dan tanpa agama," tandasnya.

Dikatakannya, saat itu Dewan Revolusi Partai Komunis Indonesia (PKI) telah terbentuk dari pusat, Jakarta, sampai tingkat desa, siap mengambil alih kekuasaan andaikan pemberontakan berhasil.

Diakuinya, Soeharto melakukan rehabilitasi kenegaraan dengan ongkos mahal. Pada 15 tahun pertama tampak gemilang, pembangunan berjalan pesat. Namun, pada 15 tahun berikutnya mulai tampak kesewenang-wenangan, korupsi, dan nepotisme akibat sentralisasi kekuasaan.

"Maklum, yang kuasa tentara dan birokrasi, jadi tidak ada kontrol," kata kiai yang menyandang gelar Doktor Honoris Causa bidang kebudayaan Islam itu.

Pada bagian lain, Hasyim mengatakan, saat ini memang perlu dilakukan rekonsiliasi nasional agar negara tidak hidup dalam dendam.

"Apalagi kebanyakan kelompok PKI telah hidup normal bersama warga negara lainnya, bahkan sangat banyak yang jadi santri, bahkan jadi kiai mendirikan pondok pesantren. Sehingga, rekonsiliasi nasional adalah sebuah keniscayaan," katanya.

Namun, lanjut Hasyim, masih adanya kelompok kecil PKI yang ngotot menerapkan marxisme-leninisme di Indonesia tetap harus dicegah, bukan karena masalah dendam, melainkan demi tegaknya negara Pancasila yang berketuhanan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

    Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

    Nasional
    Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

    Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

    Nasional
    KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

    KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

    Nasional
    Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

    Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

    Nasional
    Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

    Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

    Nasional
    KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

    KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

    Nasional
    Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

    Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

    Nasional
    Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

    Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

    Nasional
    Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

    Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

    Nasional
    Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

    Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

    Nasional
    Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

    Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

    [POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

    Nasional
    Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

    Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

    Nasional
    PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

    PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com