Kampua menjadi populer karena Sultan Dayan memerintahkan agar setiap transaksi menggunakan mata uang tersebut. Barang siapa yang ketahuan menggunakan mata uang lain, akan dihukum mati.
Pada awal pembuatannya, standar yang dipakai sebagai nilai tukar untuk satu bida (lembar) kampua adalah sama dengan nilai satu butir telur ayam.
Setelah Belanda memasuki wilayah Buton, kira-kira tahun 1851, fungsi kampua sebagai alat tukar lambat laun mulai digantikan uang-uang buatan Kompeni. Ditetapkan bahwa nilai tukar untuk 40 lembar kampua sama dengan 10 sen duit tembaga, atau setiap empat lembar kampua mempunyai nilai sebesar satu sen. Walaupun demikian, kampua tetap digunakan pada desa-desa tertentu di Kepulauan Buton sampai tahun 1940.
Kita termasuk beruntung karena beberapa museum masih memiliki koleksi uang kampua kuno dengan berbagai corak dan ragam. Selain di Museum Nasional, koleksi uang kampua juga dimiliki Museum Bank Indonesia Jakarta Kota dan Museum Mpu Tantular Surabaya. (Djulianto Susantio, seorang pemerhati budaya)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.