Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pariwisata Mempromosikan Kerukunan Antarumat Beragama

Kompas.com - 29/09/2010, 17:01 WIB

Oleh Dewa Gde Satrya

Kekerasan terhadap pemuka agama sebagai simbol eksistensi kelompok umat beragama di Tanah Air kembali terjadi. Pencorengan terhadap kebinekaan Indonesia itu justru terjadi tak lama setelah hari suci Idul Fitri. Pendeta umat Gereja HKBP di Bekasi ditikam oleh orang tak dikenal pada Minggu (12/9).

Meskipun Presiden dan kepolisian menyatakan bahwa peristiwa tersebut murni kriminal, tidak melepaskan dari latar belakang amarah dan kebencian terhadap umat beragama lain.

Padahal, kemajemukan yang dimiliki Indonesia, apa pun bentuknya, seharusnya menjadi nilai lebih bangsa untuk membangun reputasi dan daya saing dalam pergaulan di antara bangsa-bangsa di dunia.

Kerukunan antarumat beragama yang tersimbolkan secara alamiah lewat silaturahim dan saling memaafkan di Idul Fitri lalu, menjadi fakta penting betapa perdamaian perlu diupayakan dan dijaga terus- menerus.

Sementara itu, Dewan Kepausan untuk dialog antaragama di Vatikan menyerukan agar umat Kristiani dan umat Muslim bersatu dalam mengatasi kekerasan antara para pemeluk berbagai agama. Seruan itu merupakan pesan yang rutin dikirimkan Dewan Kepausan di Vatikan menjelang akhir bulan Ramadhan untuk memberikan selamat dan menitip pesan bagi umat Muslim di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.

Dalam pesan tersebut, Presiden Dewan Kepausan Jean-Louis Cardinal Tauran dan Sekretaris Dewan Uskup Agung Pier Luigi Celata berpesan untuk semua umat beragama membuka hati supaya saling mengampuni dan berekonsiliasi, untuk suatu koeksistensi yang damai dan berbuah, serta untuk mencermati apa yang sama di antara pemeluk agama dan untuk menghormati perbedaan sebagai suatu basis bagi suatu dialog budaya (mirifica.net, 2/9/10).

Mempromosikan perdamaian

Terkait dengan seruan tersebut, secara implisit dapat dimaknai pentingnya kebersamaan antarumat beragama yang diwadahi dalam suatu aktivitas yang saling menumbuhkan rasa pengertian dan persaudaraan. Beriringan dengan seruan iman tersebut, kita mengharapkan peristiwa ngeri di Bekasi tidak terjadi di Jawa Timur dan Surabaya khususnya.

Salah satu cara yang dapat ditempuh pertama-tama dengan melihat sejauh mana pengalaman publik di daerah ini menghidupi perdamaian di tengah kemajemukan beriman khususnya. Kegiatan atau perjalanan wisata (religi) dapat menjadi salah satu contoh untuk membingkai atau memotret secara umum profil kerukunan umat beragama. Sekaligus, dari sana dapat dijadikan salah satu model, pengikat, dan pemerkuat toleransi di tengah kemajemukan.

Di Surabaya, misalnya, sering dijumpai perjalanan wisata warga non-Muslim ke masjid-masjid iconic. Misalnya, Masjid Cheng Ho dengan sentuhan arsitektur China, Masjid Al Akbar yang megah dan besar, maupun kawasan wisata religi Ampel (Masjid dan Makam Sunan Ampel). Di tempat-tempat suci itu, warga umum bisa mengakses dengan aturan dan batasan tempat tertentu.

Demikian pula kunjungan wisata religi ke Klenteng Boen Bio di Jalan Kapasan dan Tempat Ibadah Tri Dharma di Jalan Dukuh. Unik pula jika kita tengok suguhan Wayang Potehi yang dimainkan setiap hari di Klenteng Jalan Dukuh, Surabaya, para pemainnya ternyata warga sekitar yang notabene beriman Islam.

Di daerah lain, Lautan Pasar Gunung Bromo dan Gua Maria Puhsarang di Kediri, juga tak ketinggalan menyemarakkan wisata religi guna menumbuhkan kesalingpengertianan dan persaudaraan seluruh bangsa Indonesia. Di tempat-tempat peribadahan yang menjadi simbol keberimanan di Indonesia, peziarah (wisatawan) tertunduk hormat sambil merenungkan eksistensi keberagaman di Tanah Air yang merupakan anugerah Sang Pencipta kepada bangsa yang dicintai-Nya ini.

Wisata religi dalam arti yang sebenarnya melekatkan kebutuhan peziarahan (spiritualitas) dengan rekreasi. Dalam prosesnya, berwisata religi juga terkandung muatan edukasi, belajar dari orang- orang suci yang makamnya kita kunjungi, menapaki teladan hidup mereka, dan lebih-lebih memberi inspirasi dan memotivasi umat manusia untuk menata laku hidup yang mengantarkan para pendahulu kita sebagai orang-orang suci.

Dalam hal tata kehidupan sebagai bangsa yang memiliki dan menjunjung tinggi harmoni dalam keberagaman itulah, Indonesia memiliki daya tarik, keunggulan sekaligus keunikan yang sangat berpotensi sebagai pilar, positioning dan trademark pariwisata Indonesia di antara bangsa-bangsa di dunia. Persaudaraan, kesalingmengertian, dan kebersamaan antarumat beragama jelas-jelas adalah hal penting yang amat memikat turis. City branding "Indonesia the Ultimate in Diversity" secara eksplisit menjelaskan hal itu. Tema World Tourism Day 2009 (Tourism-Celebrating Diversity) yang dirayakan pada 27 September 2009 di Ghana pun bernada serupa. Perundangan kepariwisataan (UU No 10/2009) juga menyatakan pariwisata untuk mempererat persahabatan antarbangsa sebagai salah satu tujuan di antara 10 tujuan kepariwisataan.

Keyakinan akan keampuhan turisme sebagai berkah untuk menjaga keharmonisan umat manusia pernah diserukan pada tahun 1980-an dalam Konferensi International Kepariwisataan di Manila yang mendeklarasikan "dunia pariwisata dapat dijadikan elemen penting untuk perdamaian dunia". Juga banyak tokoh dunia mengakui keuntungan dan sifat kepariwisataan.

Mendiang Presiden Amerika Serikat John F Kennedy mengatakan, perjalanan wisata menjadikan satu kekuatan besar dalam perdamaian dan memahami masing-masing dari kita. Sebagai manusia yang hidup berpindah-pindah di dunia dan belajar untuk mengenal orang lain agar bisa mengerti kebiasaan satu dengan lainnya dan saling dapat menghargai adat kebiasaan yang lain, dan dapat menghargai kualitas dari masing-masing orang dan negara yang berbeda (Kennedy, 1963).

Terakhir, kita patut bersyukur dan menumbuhkembangkan karakteristik warga Surabaya yang kerap disebut-sebut memiliki budaya arek. Di dalamnya, warga Surabaya dikenal peduli kepada orang lain, toleran, tidak mau dijajah, berkorban, dan egaliter. Inilah benteng terakhir agar tragedi seperti di Bekasi tidak akan pernah terjadi di Surabaya khususnya dan Jawa Timur umumnya.

Dewa Gde Satrya Dosen Tourism and Hotel Management, Universitas Ciputra

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com