JAKARTA, KOMPAS.com — Gerakan Peduli Pluralisme (GPP) menilai ada aturan-aturan yang ada dalam Peraturan Bersama Menteri (PBM) tentang tata cara pendirian rumah peribadatan yang perlu direvisi. Hal ini disampaikan Ketua GPP Damien Dematra di kantor MUI, Sabtu (18/9/2010), berdasarkan investigasi yang dilakukan hampir seminggu. "Kita sudah diskusi. Kita merasa memang ada dan sedikit hal-hal yang direvisi, tapi kalau dihilangkan akan bahaya sekali," ungkapnya.
Hal-hal yang perlu direvisi adalah syarat penerimaan warga di sekitar lokasi untuk membangun suatu rumah ibadah. Menurut Damien, saat ini setiap pembangunan ibadah mengharuskan persetujuan warga setidaknya 60-90 kepala keluarga yang diwujudkan dalam tanda tangan.
Namun, lanjutnya, jumlah itu tergolong besar. Apalagi untuk di daerah-daerah yang berpenduduk jarang. Oleh karena itu, jumlahnya perlu diturunkan lagi. "Faktor density 60-90 itu oke, tapi itu kan untuk daerah padat. Kalau tidak, gimana. Jumlah 60-90 bisa diturunkanlah, jadi 30 atau yang lainnya," tegasnya.
Namun, GPP sendiri kembali menegaskan tak sepakat bila PBM dicabut. Menurutnya, jika demikian, massa sendiri yang akan memutuskan dan potensi terjadi kerusuhan menjadi besar.
Potensi disintegrasi pun makin besar. Damien juga meminta pengertian dari agama lain, seperti Kristen, yang disebutkan memiliki ratusan aliran denominasi di dalamnya.
Menurutnya, persoalan eksklusivitas ini harus diselesaikan di internal Kristen sendiri. Pendirian gereja Oikumene sebagai penampung jemaat-jemaat yang tidak terlalu banyak atau yang tidak mampu memenuhi persyaratan mendirikan bangunan gereja juga perlu dipikirkan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.