Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Butuh Tindakan Luar Biasa

Kompas.com - 29/07/2010, 02:35 WIB

Jakarta, Kompas - Ibarat penyakit kronis yang butuh penanganan cepat, mengatasi kemacetan Jakarta saat ini butuh tindakan yang luar biasa. Langkah besar dan berani yang dibutuhkan itu adalah pemberlakuan kebijakan pembatasan kendaraan bermotor sekarang juga.

Tanpa terobosan itu, kata pengamat transportasi Edie Toet Hendratno, Rabu (28/7), kemacetan akan makin menjadi-jadi.

”Berdasarkan angka pertumbuhan kendaraan bermotor saat ini, Jakarta yang sebelumnya diperkirakan macet total pada 2014 ternyata justru terjadi lebih cepat, yaitu pada 2011/2012. Kalau sudah macet total, padahal pada saat yang sama proyek jalan tol, jalan layang dan jalan susun, serta mass rapid transit (MRT) belum selesai atau masih di tengah-tengah pengerjaan, bayangkan apa yang terjadi,” kata mantan Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta ini.

Edie yang juga pengajar sosiologi dan antropologi di Universitas Indonesia mengatakan bahwa mungkin akan ada imbas negatif dari pembatasan atau upaya menekan pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor ini. Dampak negatif itu antara lain penurunan pendapatan dari pajak kendaraan bermotor dan ada penolakan dari sebagian masyarakat yang merasa haknya terpangkas. Namun, jangan sampai kepentingan pengguna kendaraan pribadi melampaui kepentingan bersama.

Pindahkan ibu kota

Untuk jangka panjang, Edie meminta pemerintah pusat mulai berpikir merealisasikan usulan pemisahan Jakarta sebagai ibu kota dan pusat bisnis. Ibu kota negara lebih baik segera dipindahkan ke wilayah lain yang lebih representatif.

”Bagaimanapun, infrastruktur kota ini tidak akan mencukupi untuk menampung perkembangan kota yang memiliki dwifungsi. Becerminlah ke penataan kota-kota besar lain di dunia yang kini maju seperti di Eropa dan Amerika,” ujarnya.

Selain itu, pembangunan infrastruktur kota, termasuk sistem transportasi, diharapkan kembali pada pengertian dasarnya, yaitu transportasi untuk manusia. Jadi semua sarana-prasarana harus dibangun untuk kenyamanan manusia penggunanya.

”Lihat saja, masak halte bus umum dan selter busway yang berukuran kecil itu harus menampung ratusan calon penumpang. Fasilitas umum seperti toilet juga tidak ada. Tolong pemerintah memerhatikan juga detail seperti ini,” katanya.

Terkait masalah angkutan umum, khususnya bus transjakarta, Tulus Abadi dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang juga anggota Dewan Transportasi Kota Jakarta, mengatakan, sebenarnya bus berlajur khusus ini telah merebut kepercayaan warga Ibu Kota.

Berdasarkan hasil survei YLKI, ”Persepsi dan Harapan Konsumen terhadap Layanan Transjakarta 2010”, sebagian besar dari 3.000 responden memilih menggunakan bus khusus ini karena lebih nyaman, bersih, cepat, dan aksesnya mudah. Tarifnya pun tergolong murah.

”Namun, ada masalah utama yang menjadi keluhan dominan para konsumen, yaitu waktu tunggu atau antre yang cukup panjang antara 5 dan 20 menit,” katanya.

Selain itu, kepercayaan konsumen juga tergolong rendah meskipun sebenarnya menyukai bus transjakarta yang sekarang menjadi satu-satunya angkutan massal di dalam kota Jakarta. Konsumen merasa tidak yakin keluhan mereka didengarkan oleh pengelola, yaitu Badan Layanan Umum Transjakarta.

Sterilisasi busway

Menjawab kekhawatiran pengguna bus transjakarta sekaligus sebagai upaya peningkatan kualitas layanan moda transportasi, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Polda Metro Jaya, dan Garnisun TNI menyiapkan 468 petugas untuk melakukan sterilisasi empat koridor bus transjakarta. Sterilisasi akan dimulai Senin (2/8) sampai akhir tahun agar kecepatan bus transjakarta meningkat.

”Dalam beberapa uji coba, sterilisasi terbukti dapat mampu menurunkan waktu tempuh bus transjakarta, memperbaiki kenyamanan, dan menambah jumlah penumpang,” kata Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono.

Menurut Pristono, sterilisasi akan dilakukan dengan menjaga lokasi-lokasi rawan penerobosan. Sterilisasi akan difokuskan pada jam sibuk pagi dan sore hari.

Penerobosan kendaraan pribadi ke jalur bus transjakarta merupakan salah satu masalah utama yang membuat angkutan massal itu berjalan lambat. Hal ini membuat target kecepatan dan kenyamanan sebagai angkutan massal gagal dipenuhi.

Keempat koridor yang akan menjadi fokus sterilisasi adalah Koridor I Blok M-Kota, Koridor II Kalideres-Harmoni, Koridor V Kampung Melayu-Ancol, dan Koridor VI Ragunan-Kuningan. Keempat koridor itu dipilih karena jumlah bus yang beroperasi dianggap masih ideal.

Para petugas dari Dinas Perhubungan, Polda Metro Jaya, dan satuan polisi pamong praja akan mengatur agar kendaraan tidak masuk ke jalur bus transjakarta. Jika dilanggar, polisi akan menilang para penerobos.

Petugas dari Garnisun TNI akan menindak anggota TNI yang menerobos jalur bus transjakarta. Semua penerobos jalur bus transjakarta akan dikenai sanksi, tanpa perkecualian.

Di Koridor I akan ditempatkan 29 petugas, di Koridor III 30 petugas, dan di Koridor V dan VI masing-masing 32 petugas. Tempat yang rawan penerobosan akan dijaga lebih banyak petugas. Di Koridor I, yang dianggap ideal, masih terdapat kawasan rawan penerobosan di Jalan Gajah Mada. Di Koridor III yang paling rawan penerobosan adalah jembatan layang Jalan Daan Mogot.

Menurut Pristono, sterilisasi jalur bus transjakarta sudah diuji coba di Koridor VI pada awal sampai pertengahan bulan Mei lalu. Hasilnya, kecepatan rata-rata bus transjakarta naik 30 persen dari 25 kilometer per jam menjadi 35 kilometer per jam.

Waktu tempuh bus transjakarta di Koridor VI turun dari 1 jam 26 menit menjadi 50 menit. Rata-rata jumlah penumpang selama sterilisasi naik 2.000 orang per hari, dari 24.500 orang menjadi 26.500 orang.

(ECA/ART/NEL)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com