Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Anak dan "Kaulinan Baheula"

Kompas.com - 26/07/2010, 18:12 WIB

...Hayang nyaho di pamaceuh ma: ceta maceuh, ceta nirus, tatapukan, babarongan, babakutrakan, ubang-ubangan, neureuy panca, munikeun le(m)bur, ngadu lesung, asup kana lantar, ngadu nini; singsawatek (ka) ulinan mah empul tanya" ("Bila ingin tahu permainan, seperti ceta maceuh, ceta nirus, tatapukan, babarongan, babakutrakan, ubangubangan, neureuy panca, munikeun le(m)bur, ngadu lesung, asup kana lantar, ngadu nini, segala macam permainan, tanyalah empul").

Kuatnya ikhtiar ngamumule kaulinan budak, Zaini merujuk pada naskah abad ke-15 Saweka Darma Sanghyang Siksakandang Karesian, Amanat Galunggung yang menyebutkan tentang hempul. Hempul adalah orang yang mengetahui aturan memainkan, cara membuat, dan filosofi mainan atau permainan. Namun, kini hempul sudah punah. Tak ada lagi masyarakat adat di Jabar yang memiliki hempul.

Disadari atau tidak, naluri bermain merupakan salah satu unsur utama kebudayaan manusia homo ludens atau manusia yang bermain, seperti dikatakan Johan Huizinga (1872-1945), sejarawan dan filsuf Belanda.

Merangsang kreativitas

Sejak berdiri tahun 2003, Komunitas Hong mengampanyekan pentingnya kaulinan budak. Kata hong berawal dari kata yang diteriakkan anak-anak Sunda saat bertemu teman. "Hong juga berarti pertemuan dengan Yang Maha Kuasa," ungkap Zaini.

Dalam pemahamannya, permainan rakyat memiliki kelebihan dibandingkan dengan permainan modern. Bila permainan modern hanya terbatas melatih saraf motorik, kreativitas, dan kecerdasan anak, kaulinan barudak merangsang kreativitas dan kecerdasan anak serta menjadi sarana pengenalan rasa si anak terhadap diri, alam, dan Tuhan.

Tengok saja permainan yang mengolah rasa, seperti jajangkung (egrang) untuk melatih keseimbangan dan keprak (batang bambu yang dibelah salah satu ujungnya menjadi lengkungan) yang biasa dimainkan untuk mengusir sepi.

Permainan congklak juga memiliki makna perjuangan yang dilakukan seorang manusia tiap hari. Tujuh lubang menandakan jumlah hari dan satu gunung menandakan lumbung. Jadi, setiap hari seseorang mengumpulkan satu batu hingga penuh. Setelah penuh, batu atau benda tersebut dipindahkan ke lumbung untuk ditabung atau dibagikan kepada yang membutuhkan.

Penggunaan lumbung ini tecermin pada kehidupan masyarakat Sunda yang masih menggunakan lumbung untuk menyimpan hasil bumi. Permainan engkle yang ada di berbagai daerah pun bermakna perjalanan hidup seseorang dari hari ke hari sampai menuju surga. Kotak-kotak menandakan hari yang harus dilalui manusia hingga mencapai sebuah lingkaran besar yang menandakan surga. Setelah sampai di surga, ia melemparkan batu ke belakang untuk memilih tempat miliknya yang tidak bisa ditempati orang lain.

Kiranya permainan Sunda itu sarat dengan nilai ketuhanan, seperti hompimpa. Kalimat hompimpa alaium gambreng itu bermakna dari Tuhan kembali ke Tuhan, mari kita bermain (Kompas, 21/5).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com