Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sulitnya Menjerat Koruptor

Kompas.com - 26/07/2010, 15:00 WIB

Oleh Fabiola Ponto

Tanggal 8 Juni 2010, mantan Direktur Utama PT Iglas (Persero) Daniel Sunarya Kuswandi tidak banyak menunjukkan emosi saat jaksa penuntut umum membacakan tuntutan penjara 13,5 tahun. Cukup berat, sebab dia dinilai melakukan tindak pidana korupsi dengan memperkaya diri sendiri yang menyebabkan negara mengalami kerugian lebih dari Rp 25 miliar.

Dua pekan berselang, tepatnya 21 Juni 2010, mantan Direktur Utama PT Indo Packing Gelora Langgeng Sukses (PT Indoglas) Sonny Turang juga dihadapkan pada tuntutan jaksa. Seperti Daniel, jaksa menilainya terbukti melanggar Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi karena telah menyalahgunakan wewenang dan menuntutnya 12,5 tahun penjara.

Pertengahan Juli lalu, majelis hakim yang dipimpin Ketua Pengadilan Negeri Surabaya Nyoman Gede Wirya membacakan putusan yang sidangnya sempat mengalami tiga kali penundaan. Hasilnya mengejutkan. Daniel dibebaskan dengan alasan tidak ada bukti bahwa terdakwa melakukan perbuatan memperkaya sendiri.

Pada hari itu juga majelis hakim yang diketuai Sugeng Djauhari bertindak serupa terhadap Sonny Turang. Hakim menganggap terdakwa tidak terbukti menyalahgunakan wewenang karena bukan pejabat publik. Daniel dan Sonny melenggang.

Keputusan hakim untuk membebaskan terdakwa kasus korupsi bukan pertama kali terjadi. Pada Oktober 2009, tiga terdakwa kasus korupsi yang masing-masing dituntut 1,5 tahun, yaitu Sekretaris Kota Sukamto Hadi, Asisten II Pemerintah Kota Surabaya Muhlas Udin, serta Kepala Badan Keuangan Purwito lolos dari jerat hukum.

Menyusul ketiganya, Ketua DPRD Kota Surabaya 2004-2009 Musyafak Rouf, yang tersandung kasus sama namun disidangkan serupa, juga divonis bebas. Saat sidang tuntutan, jaksa meminta hakim menghukumnya 1,5 tahun penjara.

Sukamto, Muhlas Udin, dan Purwito diputus bebas karena di bawah pimpinan Berlin Damanik, majelis hakim menganggap dakwaan terhadap ketiganya tidak terbukti. Tidak ada perbuatan melawan hukum baik dengan memperkaya diri sendiri maupun menyalahgunakan wewenang yang ada padanya.

Kejahatan luar biasa

Menilik kedua contoh kasus korupsi di atas, majelis hakim mengambil keputusan sama, yaitu membebaskan terdakwa. Bedanya, dakwaan jaksa dalam kasus korupsi berupa gratifikasi Pemkot Surabaya terbilang rendah, hanya 1,5 tahun. Adapun dalam kasus PT Iglas, tuntutan jaksa bagi terdakwa Daniel dan Sonny di atas 10 tahun.

Pemerhati hukum dari Universitas Airlangga Surabaya I Wayan Titib Sulaksana mengatakan, umumnya hakim mengatakan terdakwa tidak terbukti melakukan korupsi. Tidak heran. Sebab, dari sisi pembuktian, kasus korupsi tidak bisa dengan mudah dipaparkan.

"Pada sebagian kasus korupsi, majelis hakim bukan hanya memvonis ringan terdakwa, melain membebaskannya," ujarnya. Dia mengingatkan, kasus korupsi merupakan bentuk kejahatan luar biasa sehingga tidak sesuai disidangkan di pengadilan negeri. Namun, bila pemerintah serius memberantas korupsi yang telah mendarah daging, harus ada perwakilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di tingkat provinsi.

Demikian juga pengadilan harus khusus, bukan di pengadilan umum. Wayan mengingatkan, di pengadilan tipikor tidak ada terdakwa yang dibebaskan. "Sangat bertolak belakang dengan pengadilan umum, yaitu PN yang langganan membebaskan koruptor, bila ada vonis pun paling setahun atau dua tahun," kata Wayan.

Komitmen dan keseriusan pemerintah dalam memberantas korupsi diuji. Tanpa keberadaan KPK dan pengadilan khusus korupsi di daerah, mustahil pemberantasan korupsi bisa berhasil.

Masalahnya, kata Wayan, ketika proses hukum dimulai dari penyelidikan dan penyidikan, sejak saat itu juga muncul koruptor baru. Mereka berasal dari semua lini yaitu kepolisian, kejaksaan, sampai pengadilan. "Pada level-level tersebut pasal dimainkan," tuturnya.

Oleh karenanya, menurut Wayan, peran Satgas Mafia Hukum harus dimaksimalkan. Jangan hanya menunggu laporan masyarakat yang menyertakan bukti, melainkan mengusut kasus bila menunjukkan indikasi penyimpangan. "Misalnya sidang putusan ditunda-tunda," ujarnya.

Upaya pemberantasan korupsi memang telah dilakukan. Akan tetapi, sekali lagi, memerlukan komitmen pemerintah, bukan hanya setengah-setengah sehingga berkas yang semula dinyatakan lengkap oleh kejaksaan, akhirnya mentah di ruang sidang. Koruptor pun lagi-lagi melenggang.

Meski demikian, kata Wayan, masyarakat jangan bersikap apatis, justru sebaliknya berusaha memberantas korupsi dari diri sendiri dan lingkungan sekitar. Mengutip omongan Soekarno, jangan tanya apa yang negara bisa berikan padamu, tetapi tanyakan apa yang sudah kamu berikan untuk negara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com