JAKARTA, KOMPAS.com - Kecaman dilontarkan sejumlah anggota Komisi II terhadap anggota KPU nonaktif, Andi Nurpati, yang saat ini menjadi pengurus DPP Partai Demokrat, dalam rapat kerja dengan KPU dan Dewan Kehormatan KPU, Rabu (14/7/2010). Salah satunya dari anggota Komisi II asal Fraksi Partai Golkar, Nurul Arifin.
Langkah Andi Nurpati yang meninggalkan KPU sebelum masa baktinya berakhir dinilai sebagai tindakan yang tidak bertanggung jawab. Apalagi, kata Nurul, Andi masih meninggalkan sejumlah kasus pilkada yang diduga melibatkan dirinya. Meski menyebut Andi sebagai "sang diva", Nurul mengatakan, Andi meninggalkan preseden yang tak baik.
"Langkah sang diva (Andi) seharusnya meninggalkan harum. Ini kok malah meninggalkan becek, kotor," kata Nurul dengan nada suara tinggi.
Kemudian, ia memaparkan hasil temuannya saat melakukan kunjungan kerja di Manado, Sulawesi Utara, pada masa reses lalu. "Sang diva ini ternyata juga sudah melakukan intervensi terhadap KPU Provinsi di sana. Dan memajukan Pilkada pada tanggal 3 Agustus secara serempak. Padahal seharusnya September. Akhirnya terjadi pemecatan anggota KPU Manado yang tidak mau mengikuti ketentuan itu," ujar Nurul. "Ini pelanggaran baru oleh sang diva," lanjutnya.
Oleh karena itu, dalam rapat kerja yang juga dijadwalkan menghadirkan Andi Nurpati pekan depan, ia mengharapkan KPU dan Andi bisa menjelaskan kasus tersebut. Menanggapi apa yang diungkapkan Nurul, Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary mengatakan, pihaknya masih membutuhkan bukti lengkap dimana intervensi yang dilakukan KPU Pusat, dalam hal ini Andi Nurpati.
"Yang melakukan pemecatan terhadap KPU Kabupaten/Kota itu adalah KPU Provinsi. Memang begitu kewenangannya. Nanti kita akan lihat, apakah keputusan itu benar atau tidak. Sejauh yang kami pantau sudah benar," ujar Hafiz, seusai rapat kerja dengan Komisi II.
Ia menjelaskan, kasus itu berawal dari keengganan KPU Kota Manado untuk menyelenggarakan pemungutan suara secara serentak. "Padahal, dari 6 kabupaten/kota yang ada, sudah setuju. Hanya KPU Manado saja yang tidak mau dengan berbagai alasan," ujar Hafiz.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.