Rupanya, pembangunan kembali stadhuis itu tak berjalan mulus. Selain faktor cuaca, di mana hujan terus mengguyur, ternyata tembok yang semula dipertahankan pun tak sekokoh perkiraan awal. Tembok itu roboh. Kemmer pun minta tambahan dana sebesar 2.600 rijksdaalders pada Mei yang kemudian disetujui sebesar 2.000 rijksdaalders pada Agustus.
Dalam buku Dari Stadhuis Sampai Museum disebutkan, seluruh lantai dasar gedung harus dinaikkan setinggi lebih dari 1,10 m. Di bagian muka disiapkan pondasi untuk gapura. Sebanyak 30 balok besar disiapkan untuk itu. Sementara di bagian atas dipasang enam tiang batu bergaya Doris yang menahan bagian muka. Akhir Desember 1708 seluruh gedung hingga atap, kecuali menara kecil, telah siap.
Di bagian muka atas dipasang balok bersilang dengan kaca di bagian atas dan teralis besi di bagian bawah. Kaca-kaca jendela dibikin dengan bahan kaca dari Perancis sementara kayu jati, batu bata, genteng diambil dari Jawa. Batu alam diimpor dari Koromande, India, dan besi-besi yang didatangkan dari Jepan dan Eropa. Kayu di gedung itu dicat hijau muda atau abu-abu.
Adolf Heuken dalam Tempat-tempat Bersejarah di Jakarta menuliskan, Di tengah-tengah atap bangunan stadhuis terdapat menara kecil persegi delapan dengan kubah. Menara menjulang tinggi di atas atap. Menara kecil itu diberi lantern, yaitu
menara yang lebih kecil lagi di puncak kubah.
Akhir Desember 1709 Kemmer menyatakan pekerjaannya kelar. Setelah inspeksi keseluruhan dan persiapan mengisi ruangan, maka pada Juni 1710 balai kota yang baru mulai ditempati. Tepat pada 10 Juli 1710 gedung baru itu diresmikan Gubernur Jenderal Abraham van Riebeeck. Meski demikian, sebenarnya, pembangunan balai kota baru itu, termasuk pengadaan mebel dan keperluan kantor, baru-benar-benar selesai pada 1712.
Total biaya pembangunan balai kota baru lengkap dengan penjara, lebih dari 60.000 rijksdaalders, membengkak jauh dari anggaran awal yang sekitar 30.000 rijksdaalders. Dan semua dana itu dikeruk dari rakyat lewat berbagai pajak yang sangat tinggi.