Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RUU Intelijen Masih Undang Perdebatan

Kompas.com - 04/06/2010, 08:13 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin menyatakan, isi dan substansi Rancangan Undang Undang tentang Intelijen Negara masih banyak mengundang perdebatan.

"Itu pandangan fraksi kami. Sebab, ada diktum yang menyebutkan, aparat intelijen yang notabene juga anggota Badan Intelijen Negara (BIN) itu bisa mengorganisasi aparat intel lainnya, termasuk satuan-satuan teritorial maupun unit di jajaran paling bawah," ungkap anggota Fraksi PDI Perjuangan itu  di Jakarta, Jumat (4/6/2010).

Dia mengatakan hal itu, menjawab pertanyaan tentang masih banyak kekhawatiran publik mengenai kemungkinan kembalinya penerapan model intelijen di era orde baru (Orba) yang berpotensi membungkam pembangunan demokrasi di Tanah Air.

Tubagus Hasanuddin lalu menunjuk salah satu masalah yang masih mengundang perdebatan itu yakni ketika diberlakukan aturan aparat intelijen itu punya kewenangan menangkap seseorang.

"Maka ada dua hal yang langsung jadi sorotan publik. Pertama, ada pelanggaran di situ yakni pelanggaran HAM. Karena apa, kan tidak mungkin seorang aparat intel menangkap buruannya secara terbuka. Kalau petugas intel menangkap terbuka, kan bukan operasi intelijen namanya," ujarnya.

Masalah berikutnya, lanjutnya, ialah penangkapan itu sendiri, berdasarkan KUHAP, harus memenuhi sejumlah unsur.

"Yakni, penangkapan harus berlangsung secara terbuka, ada surat penangkapan, terus harus punya bukti awal , dan juga harus didampingi pengacara atau penasihat hukum," tegasnya.

Tubagus Hasanuddin menilai, kalau ketiga butir aturan hukum beracara itu diterapkan, berarti ini bukan operasi intelijen.

"Saya bukan ahli hukum, tapi, bagaimana hal ini bisa diberlakukan dalam operasi intelijen yang menganut cara kerja tertutup serta sangat dadakan," tanyanya.

Ia berpendapat, jika tiga prasyarat itu diberlakukan oleh aparat intelijen (tanpa surat penangkapan, tanpa bukti awal, tanpa pendampingan), apalagi dilakukan diam-diam, mengurung seseorang, maka hal itu sama dengan penculikan.

"Kalau ini (penculikan), kan berarti sama dengan memutar lagi kembali ke era Orba. Ini yang kami khawatirkan, begitu juga mayoritas publik," ungkapnya. Ada solusinya

Namun, menurutnya, Fraksi PDI Perjuangan bukan tidak setuju dengan RUU Intelijen Negara ini dibahas lebih lanjut kemudian diundangkan.

"Yang kami tidak setuju, tentang hal-hal teknis beracara. Tetapi solusinya ada. Misalnya menyangkut teroris, jika telah ditemukan atau ada bukti awal yang kuat, koordinasikan saja dengan Densus 88. Aparat dari institusi ini yang menyergap dan menangkapnya," katanya.

Kemudian, demikian Tubagus Hasanuddin, kalau ada kartel misalnya masalah narkoba yang bisa menghancurkan negara, juga segera koordinasikan dengan instansi mitra lainnya dalam hal penangkapan.

"Misalnya, koordinasi ’aja dengan BNN, sehingga biarlah Polisi yang mengurus narkoba dan yang menangkap pelaku atau sindikatnya, sehingga BIN tidak perlu ada kewenangan-kewenangan penangkapan seperti itu. Ini berlaku juga untuk operasi penangkapan teroris, separatis dan anasir-anasir lain yang membahayakan keutuhan negara serta mengancam kemanusiaan," ujarnya

Dalam kaitan ini, menurutnya, Fraksi PDI Perjuangan mengingatkan aparat intelijen agar jangan menangkap, dan segera lepas ego sektoral seperti dulu, tetapi menjalin kerja sama kuat dengan para mitra.

"Apalagi sekarang ini kan negara tidak dalam keadaan bahaya. Sekarang sudah cukup bagus, dan karenanya demokrasi harus dikawal dengan baik," kata Tubagus Hasanuddin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Demokrat Tak Keberatan PKS Gabung Pemerintahan ke Depan, Serahkan Keputusan ke Prabowo

Demokrat Tak Keberatan PKS Gabung Pemerintahan ke Depan, Serahkan Keputusan ke Prabowo

Nasional
Polri Tangkap 28.861 Tersangka Kasus Narkoba, 5.049 di Antaranya Direhabilitasi

Polri Tangkap 28.861 Tersangka Kasus Narkoba, 5.049 di Antaranya Direhabilitasi

Nasional
Soal Kekerasan di STIP, Menko Muhadjir: Itu Tanggung Jawab Institusi

Soal Kekerasan di STIP, Menko Muhadjir: Itu Tanggung Jawab Institusi

Nasional
Pertamina Goes To Campus 2024 Dibuka, Lokasi Pertama di ITB

Pertamina Goes To Campus 2024 Dibuka, Lokasi Pertama di ITB

Nasional
Demokrat Sudah Beri Rekomendasi Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jawa Timur

Demokrat Sudah Beri Rekomendasi Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jawa Timur

Nasional
14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

Nasional
Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Nasional
Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Nasional
Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

Nasional
SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

Nasional
Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Nasional
Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta 'Rest Area' Diperbanyak

Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta "Rest Area" Diperbanyak

Nasional
Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Nasional
Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta Rupiah agar Bebas

Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta Rupiah agar Bebas

Nasional
Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com