Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Petaka Lumpur Lapindo

Kompas.com - 29/05/2010, 04:01 WIB

Status kasus Lapindo yang murni bencana alam telah diterima dalam tiga aspek walaupun masih ada tentangan dari para insinyur ahli pengeboran. Bahkan, Sri Mulyani Indrawati yang mempunyai potensi menghalangi telah meninggalkan Kantor Menteri Keuangan.

Ragu kemampuan sendiri

Setelah empat tahun berlalu, selain dampak langsung terhadap warga yang menjadi korban, dampak lain yang amat mengganggu masyarakat luas adalah penurunan tanah tempat jalan umum dan rel kereta api berada. Menurut sejumlah ahli, penurunan akan berlanjut hingga 30-50 tahun. Daerah yang tergenang lumpur dan tersembur gas meluas walaupun kecepatannya di bawah perkiraan. Itu akan menambah beban anggaran pemerintah yang amat besar.

Kerugian ekonomi masyarakat Jatim sungguh besar, misalnya meningkatnya biaya transportasi, kelambatan distribusi barang, dan terganggunya potensi investasi riil. Kita juga perlu menghitung hilangnya waktu akibat kemacetan lalu lintas atau jarak tempuh yang lebih jauh.

Apakah keadaan amat negatif seperti itu akan dibiarkan terus berkelanjutan tanpa daya? Apakah kita tidak punya kemampuan untuk menutup sumur sumber lumpur? Sejumlah ahli pengeboran berpengalaman 30-50 tahun menyatakan bahwa sumur dapat ditutup. Bahkan, ada di antara mereka yang berani menyatakan, ”Kalau diberi kesempatan dan gagal, siap untuk ditahan.”

Para ahli senior itu telah menyampaikan gagasan mereka tentang cara menutup sumur dengan metode relief well dan alternatif lain kepada Presiden melalui sejumlah menteri pada 2008, tetapi ternyata juga tidak ada tanggapan.

Ahli lain menyampaikan secara terbuka gagasan untuk menutup sumur sumber lumpur dengan metode Bernoulli. Mengapa tidak ada tanggapan positif dari Presiden? Bukankah sikap itu bertentangan dengan pesan di dalam berbagai pidato SBY? Apa artinya bicara tentang inovasi, keunggulan bangsa, dan rasa percaya diri bangsa kalau tidak memberi kesempatan untuk menutup sumur sumber lumpur itu kepada para ahli pengeboran yang percaya kepada kemampuan sendiri dan telah terbukti dengan rekam jejak 50 tahun?

Gagasan Presiden

Alih-alih memberi kepercayaan kepada para ahli dalam negeri untuk menutup sumur sumber lumpur, Presiden justru muncul dengan gagasan inovatif menjadikan kawasan korban lumpur Lapindo sebagai daerah tujuan pariwisata. Banyak pihak memberi tanggapan negatif terhadap gagasan itu.

Apakah masalah anggaran bisa menjadi alasan menolak gagasan di atas? Besarnya dana yang dibutuhkan ”hanya” sekitar Rp 120 juta. Karena menurut para ahli pengeboran tingkat keberhasilannya tinggi, usulan menutup sumber lumpur menjadi amat layak untuk dicoba. Manfaat ekonomis dan manfaat non-ekonomisnya akan amat banyak dan APBN bisa diringankan. Kita melihat bagaimana para ahli di British Petroleum (BP) berjuang menutup kebocoran sumur bawah laut di Teluk Meksiko yang jauh lebih sulit.

Dengan berjuang menutup sumur sumber lumpur sampai berhasil, kita telah menunjukkan kepercayaan diri dan martabat sebagai bangsa. Insya Allah para ahli kita mampu melakukan. Kita lihat bagaimana para ahli BP tetap berjuang walau belum berhasil. Keyakinan mereka akan berhasil sama dengan keyakinan para ahli kita. Alangkah baiknya bila ada pihak yang mau melakukan upaya itu dengan mengeluarkan dulu biayanya dan baru dibayar setelah berhasil. Kalau perlu, biaya bisa dinaikkan sebagai kompensasi atas risiko yang dipikul.

Salahuddin Wahid Pengasuh Pesantren Tebuireng

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com