Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cik Mia, Menghidupkan Songket Jambi

Kompas.com - 27/04/2010, 03:26 WIB

Oleh Irma Tambunan

Suatu hari, seorang pejabat dari Jakarta pernah menanyakan makna motif pada songket hasil tenunan Cik Mia. Perajin itu mengaku tidak mengetahuinya. Sejak itu, dia merasa begitu malu karena tidak bisa menjawab keingintahuan sang pejabat. 

Selama belasan tahun menenun songket, saya tidak mengetahui arti dari motif-motif yang saya buat sendiri. Setelah tersadar, saya merasa malu sekali,” ujar Cik Mia, menceritakan pengalamannya itu.

Cik Mia adalah perempuan generasi ketiga keluarga perajin songket di Kampung 30 Ilir, Palembang, Sumatera Selatan. Sejak masih kanak-kanak, dia belajar menenun songket dan ikut mengembangkan usaha orangtuanya.

Ketika Cik Mia memutuskan untuk menetap di Jambi, karena menikah pada tahun 1997, dia masih tetap menekuni kegiatan menenun songket. Cik Mia lalu menjual hasil tenunannya itu ke Palembang.

Cik Mia bercerita, pertemuan dengan pejabat itu menjadi awal bagi dia untuk menekuni tenun songket jambi. Ketika itu, dia memang belum mengetahui bahwa kerajinan songket sudah ada di Jambi sejak lama, tetapi belum berkembang.

Dengan kepiawaiannya menenun, Cik Mia pun lalu mencoba menenun songket dengan menampilkan motif-motif khas Jambi, seperti angso duo, kembang duren, bungo intan, dan keluk paku. Dia kemudian juga membuat motif-motif tenun khas Jambi lainnya, di antaranya bunga melati, durian pecah, dan bunga sulur.

Terkait motif-motif tenun khas Jambi yang dibuatnya itu, Cik Mia lalu mendatangi pemuka adat setempat. Dia menanyakan makna di balik motif-motif tersebut. Dari situlah dia baru mengetahui betapa dalamnya makna sebuah motif songket.

Motif durian pecah, misalnya, mempunyai makna akan kesuburan dan hasil bumi yang melimpah. ”Kan ada banyak buah durian di Jambi. Saking melimpahnya buah durian itu, sampai-sampai durian tersebut pecah di tanah,” ujar Cik Mia.

Motif bunga melati merupakan lambang keindahan perempuan. Sementara motif angso duo pada tenunan songket jambi merupakan lambang dari Jambi sebagai Tanah Pilih Pesako Betuah.

Mengunjungi museum

Perempuan yang bernama lengkap Mania ini rupanya kerap mengunjungi Museum Jambi untuk mempelajari berbagai motif ukiran kayu dan motif klasik perhiasan daerah setempat. Motif-motif pada ukiran kayu dan perhiasan tersebut kemudian dia jadikan motif untuk tenun songket.

Cik Mia juga memodifikasi motif-motif klasik Jambi itu dengan motif hasil kreasinya. Tidak hanya motif tenun songket yang dia kembangkan, tetapi perpaduan warna untuk kain songket itu pun disesuaikan dengan tren.

Dengan menggunakan alat tenun bukan mesin, dari tangan Cik Mia terciptalah kain-kain songket yang indah, baik motif maupun perpaduan warnanya. Ia mencontohkan, benang sulur adalah motif klasik yang sering dipakai untuk sulaman benang emas bagi kaum perempuan pada masa lalu. Motif itu dia padukan dengan benang emas yang sangat halus. Maka, hasilnya adalah tenun songket dengan benang berwarna emas mengilap, tetapi tetap lentur.

Jumlah perajin tenun songket di Jambi memang terus bertambah. Hampir setiap tahun mereka memperoleh pelatihan dari Dewan Kerajinan Nasional Daerah Provinsi Jambi. Dari sejumlah perempuan yang mengikuti pelatihan itu, Cik Mia memberdayakan 15 orang di antaranya.

Para perempuan itu semuanya berasal dari kalangan ibu rumah tangga. Mereka diajak Cik Mia menjadi perajin tenun songket. Mereka tersebar di tiga daerah, yakni Kota Jambi, Kabupaten Muaro Jambi, dan Kabupaten Batanghari.

Agar pekerjaan menenun tidak mengganggu aktivitas rumah tangga, para perempuan perajin itu dapat mengerjakan tenun songketnya di rumah masing-masing. Jika hasil tenunan telah selesai, mereka membawanya kembali kepada Cik Mia.

Terbatas

Ibu tiga anak ini juga mendorong adik-adiknya sendiri untuk ikut membuat kain tenun songket. Salah seorang adiknya belakangan ini ikut menjadi perajin songket jambi di rumah Cik Mia.

”Tidak banyak lagi orang yang tertarik mengerjakan songket. Makanya, mereka yang ingin mempelajari songket pasti saya berdayakan,” ujar Cik Mia.

Meski jumlah perajin songket semakin banyak, kain songket yang diproduksi setiap bulan terbatas, 5-10 potong kain saja. Menurut Cik Mia, penenunan songket jambi relatif rumit sehingga menghabiskan waktu satu hingga dua bulan untuk satu potong kain. Lamanya waktu yang dibutuhkan sangat bergantung pada kerumitan motif dan perpaduan warnanya.

Cik Mia tidak mau memaksa para perajin untuk cepat-cepat menyelesaikan kain. Menurut dia, menenun itu adalah bagian dari seni. Karena itu, agar hasilnya optimal, mengerjakannya pun sebaiknya serius dan memakai perasaan. Kalau hati seorang perajin sedang tidak nyaman, dia harus berhenti dulu dari kegiatan menenun.

Dengan segala kerumitan pembuatan tenun songket, tak heran jika songket yang dipajang di ruang pamer di rumah Cik Mia hampir selalu habis dibeli pengunjung. Harga songket buatannya amat beragam, mulai dari Rp 500.000 hingga Rp 7 juta per potong kain.

Keindahan songket produk Cik Mia bahkan membuat desainer Sebastian Gunawan tertarik. Pada Oktober tahun lalu, kain-kain songket tenunan Cik Mia dia buat menjadi beraneka model pakaian dan ditampilkan dalam peragaan busana di sebuah hotel di Jakarta.

”Saya bangga sekali, kain songket hasil tenunan kami bisa ikut dipamerkan pada acara itu,” tutur Cik Mia.

Tidak hanya itu, songket motif benang sulur yang dibuat Cik Mia berhasil memenangi penghargaan Dewan Kerajinan Nasional sebagai Juara Pertama Kreasi Kriya Terbaik untuk kategori Tekstil.

Bagi Cik Mia, songket telah mengangkat harkat hidupnya. Karena itulah, dia sungguh-sungguh berupaya untuk terus melestarikan seni tenun songket di Jambi, antara lain, dengan mengembangkan motif-motif klasik.

Cik Mia juga ingin mendorong agar semakin banyak perempuan di daerah itu yang tertarik menekuni pembuatan tenun songket. Sebab, hanya dengan cara itulah tenun songket jambi bisa semakin terangkat.

CIK MIA

• Nama lengkap: Mania

• Usia: 33 tahun

• Suami: M Ali (34)

• Anak: - Agung (12) - Ryan (9) - Intan (3)

• Pencapaian: - Penghargaan dari Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) sebagai Juara Pertama Kreasi Kriya Terbaik untuk kategori Tekstil, tahun 2009 - Semua songket karya Cik Mia ditampilkan dalam peragaan busana desainer Sebastian Gunawan di Jakarta, Oktober 2009

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com