Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Dirut PLN Pertanyakan Statusnya sebagai Tersangka KPK

Kompas.com - 25/03/2010, 18:43 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara Eddie Widiono mempertanyakan langkah penyidik KPK yang telah menetapkan dirinya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi di PLN. 

Proses penetapan Eddie Widiono sebagai tersangka oleh KPK pada 4 Maret lalu dianggap tidak memiliki dasar penyelidikan yang memadai terkait dugaan kasus korupsi berupa penggelembungan dana (mark up) dan penunjukan langsung pada program proyek sistem komputerisasi untuk pelayanan kepada pelanggan CSI RISI di PLN. 

Hal ini disampaikan oleh Maqdir Ismail, kuasa hukum Eddie Widiono, dalam konferensi persnya, Kamis (25/3/2010) di Jakarta. "Ini yang saya tidak mengerti, bagaimana teman-teman di KPK menetapkan Pak Eddie sebagai tersangka. Tidak jelas, mark up ini ada di mana? Pelakunya siapa? Yang diuntungkan siapa?" kata Maqdir. 

Ia menjelaskan, dari data mengenai prosedur penunjukan rekanan di PLN dalam kasus CSI RISI, yang berhubungan bukanlah direktur utama, dan tidak terhubung dengan dugaan mark up tersebut. "Ini terlalu panjang kalau sampai ke Dirut," ungkapnya. 

Seperti diberitakan, Eddie ditetapkan sebagai tersangka pada kasus pembangunan proyek sistem komputerisasi untuk pelayanan kepada pelanggan CSI RISI. Eddie diduga melakukan penggelembungan anggaran dana tahun 2004-2006 dan menyebabkan kerugian negara Rp 45 miliar. 

Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Eddie sudah dua kali menjalani pemeriksaan KPK dalam proses penyelidikan. Ia diperiksa dua kali berturut-turut pada Juli 2009 . Maqdir mengatakan, sejak ditetapkan sebagai tersangka, Eddie hingga kini belum juga mendapat surat pemberitahuan resmi dari KPK. 

Maqdir bahkan menyebut langkah KPK menetapkan Eddie Widiono menjadi tersangka ini sebagai bentuk kriminalisasi kebijakan. Ia mengatakan, KPK tidak lebih dulu mengkaji pihak mana yang diuntungkan. "Penetapan sebagai tersangka tanpa lebih dulu melihat siapa yang diuntungkan ini jelas bentuk kriminalisasi kebijakan," urainya. 

Menurutnya, langkah yang diambil oleh Eddie Widiono dalam proyek CSI RISI tersebut sudah sesuai dengan prosedur di PLN. "CSI RISI dilakukan dengan outsource. PT Netway dipilih karena pihak yang ditunjuk sudah berpengalaman dan punya dana cukup. Outsource dilakukan dua tahun dan dapat persetujuan dari dewan," terangnya. 

Saat disinggung apakah KPK seharusnya lebih dulu menetapkan tersangka mulai dari tingkatan general manager, Maqdir menyebut bahwa hal itu sepenuhnya kewenangan penyidik. Lebih lanjut, ia hanya meminta agar KPK bisa menjelaskan duduk persoalan dan penafsiran mark up dalam kasus ini kepada kliennya. "Saya khawatir, KPK terlalu dini menetapkan Pak Eddie sebagai tersangka," tuntasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com