Kenyataannya, selama empat tahun keberadaan komisi ini, kondisi kejaksaan tetap sama. Bahkan, sejumlah perkara yang bersumber dari perilaku buruk jaksa mencuat ke permukaan dan menjadi perbincangan masyarakat. Yang menjadi buah bibir masyarakat, misalnya, Urip Tri Gunawan yang tertangkap Komisi Pemberantasan Korupsi beserta uang suap 660.000 dollar Amerika Serikat.
Ada juga jaksa Burdju Ronni Alan Felix dan Cecep Sunarto yang terbukti menerima uang Rp 550 juta dari terdakwa kasus korupsi. Meski jelas-jelas dihukum, Burdju dan Cecep sempat ditugaskan lagi di Kejaksaan Agung. ”Kasus Urip serta Burdju dan Cecep ini seharusnya menjadi peluang Komisi Kejaksaan untuk ikut berperan memperbaiki kejaksaan. Sayangnya, peluang ini tidak dimanfaatkan,” kata Emerson.
Meski demikian, Emerson menyadari, kewenangan Komisi Kejaksaan ”terkunci” di bawah Undang-Undang Kejaksaan. Akibatnya, komisi yang berkantor di sebelah Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan ini bagaikan tanpa taring. Sepak terjang komisi ini tak menggigit.
Hasril Hertanto, Ketua Harian Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia, menyarankan, lebih baik Komisi Kejaksaan ditiadakan. Merujuk pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004, ”dapat” bukan berarti wajib membentuk Komisi Kejaksaan.
Keberadaan komisi ini tergantung dari kebutuhan atau kemauan pemerintah untuk meningkatkan kualitas kinerja kejaksaan. Namun, dalam pelaksanaannya, komisi ini belum bisa mengimplementasikan bunyi undang-undang dan tujuan asalnya. ”Lihat saja dari kualitas kinerja dan perilaku kejaksaan. Tidak ada bedanya antara sebelum dan sesudah ada Komisi Kejaksaan,” kritik Hasril.
Komisi Kejaksaan memang tak bisa dibandingkan dengan Komisi Yudisial yang keberadaannya berlandaskan Undang- Undang Dasar 1945. Akan tetapi, mestinya Komisi Kejaksaan dapat mengambil inisiatif terlibat dalam pembaruan kejaksaan. Jangan hanya pasrah pada aturan belaka, lalu bersikap tak berdaya.
Padahal, hasrat masyarakat untuk berperan serta memperbaiki kejaksaan cukup besar. Hal itu tecermin dalam laporan masyarakat yang diterima komisi ini. Pada tahun 2008 terdapat 330 laporan masyarakat ke Komisi Kejaksaan tentang kinerja dan perilaku jaksa. Pada tahun 2009 (Januari-21 Desember), meningkat menjadi 332 laporan. Jumlah itu belum termasuk laporan dari institusi lain.
Komisi Kejaksaan memang harus menunjukkan perannya dalam meningkatkan kualitas kinerja dan perilaku jaksa. Untuk itu, keberanian mutlak diperlukan. Namun, hal itu harus diimbangi dengan penghargaan dan kerelaan kejaksaan menyikapi masukan komisi.
Komisi Kejaksaan, tunjukkan hasil kerjamu ada!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.