Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komisi Kejaksaan, Bisa Berbuat Apa?

Kompas.com - 10/03/2010, 09:08 WIB

Oleh: Dewi Indriastuti

KOMPAS.com - Apa yang bisa dilakukan Komisi Kejaksaan dalam waktu empat tahun? Banyak. Setidaknya, turut berperan membenahi kejaksaan. Itu harapan masyarakat saat anggota Komisi Kejaksaan dilantik oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 16 Maret 2006.

Empat tahun sudah berlalu. Apakah harapan masyarakat terpenuhi? Rasanya masih jauh. Wibawa kejaksaan yang sempat melorot di mata publik akibat deraan persoalan dan terungkapnya kebobrokan perilaku sejumlah jaksa belum juga terangkat.

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2005 tentang Komisi Kejaksaan, anggota Komisi Kejaksaan memegang masa jabatan selama empat tahun. Sesudahnya, mereka dapat dipilih kembali selama satu masa jabatan. Mengacu pada aturan itu, mestinya tanggal 16 Maret 2010 sudah ada anggota hasil seleksi. Namun, proses seleksi baru akan dimulai.

Jaksa Agung Hendarman Supandji kepada Kompas, Rabu (3/3/2010) malam, menyatakan, ia dan jajarannya sedang menyiapkan proses seleksi anggota Komisi Kejaksaan. Seperti sebelumnya, seleksi dilakukan panitia seleksi untuk menghasilkan 14 orang. Lalu, Presiden menetapkan tujuh orang di antaranya.

Ketua Komisi Kejaksaan Amir Hasan Ketaren saat dihubungi Kompas, Jumat, mengakui, masa kerjanya sebagai komisioner memang berakhir pada 16 Maret 2010. Mengenai seleksi anggota Komisi Kejaksaan periode 2010-2014, Amir menyatakan tidak tahu karena merupakan kewenangan kejaksaan. ”Kami sendiri sedang siap-siap karena masa kerja kami akan berakhir,” katanya.

Menjelang masa pergantian ini, masyarakat kembali menggugat keberadaan Komisi Kejaksaan. Hal itu terutama peran dan fungsi komisi yang turut membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Wakil Koordinator Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch Emerson Yuntho setengah menyindir, malahan mempertanyakan kerja Komisi Kejaksaan selama empat tahun ini. ”Nyaris tidak terdengar,” kata Emerson.

Pasal 38 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan menyebutkan, untuk meningkatkan kualitas kinerja kejaksaan, Presiden dapat membentuk sebuah komisi yang susunan dan kewenangannya diatur oleh Presiden. Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2005 menyebutkan, komisi ini melakukan pengawasan, pemantauan, dan penilaian terhadap kinerja, sikap, serta perilaku jaksa dan pegawai kejaksaan.

Menurut Emerson, tidak dapat dimungkiri, institusi kejaksaan memperoleh sorotan dari masyarakat yang sangat besar. Harapan sempat disandarkan kepada Komisi Kejaksaan untuk berperan mengembangkan kejaksaan yang kinerja, sikap, dan perilakunya baik.

Kenyataannya, selama empat tahun keberadaan komisi ini, kondisi kejaksaan tetap sama. Bahkan, sejumlah perkara yang bersumber dari perilaku buruk jaksa mencuat ke permukaan dan menjadi perbincangan masyarakat. Yang menjadi buah bibir masyarakat, misalnya, Urip Tri Gunawan yang tertangkap Komisi Pemberantasan Korupsi beserta uang suap 660.000 dollar Amerika Serikat.

Ada juga jaksa Burdju Ronni Alan Felix dan Cecep Sunarto yang terbukti menerima uang Rp 550 juta dari terdakwa kasus korupsi. Meski jelas-jelas dihukum, Burdju dan Cecep sempat ditugaskan lagi di Kejaksaan Agung. ”Kasus Urip serta Burdju dan Cecep ini seharusnya menjadi peluang Komisi Kejaksaan untuk ikut berperan memperbaiki kejaksaan. Sayangnya, peluang ini tidak dimanfaatkan,” kata Emerson.

Meski demikian, Emerson menyadari, kewenangan Komisi Kejaksaan ”terkunci” di bawah Undang-Undang Kejaksaan. Akibatnya, komisi yang berkantor di sebelah Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan ini bagaikan tanpa taring. Sepak terjang komisi ini tak menggigit.

Hasril Hertanto, Ketua Harian Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia, menyarankan, lebih baik Komisi Kejaksaan ditiadakan. Merujuk pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004, ”dapat” bukan berarti wajib membentuk Komisi Kejaksaan.

Keberadaan komisi ini tergantung dari kebutuhan atau kemauan pemerintah untuk meningkatkan kualitas kinerja kejaksaan. Namun, dalam pelaksanaannya, komisi ini belum bisa mengimplementasikan bunyi undang-undang dan tujuan asalnya. ”Lihat saja dari kualitas kinerja dan perilaku kejaksaan. Tidak ada bedanya antara sebelum dan sesudah ada Komisi Kejaksaan,” kritik Hasril.

Komisi Kejaksaan memang tak bisa dibandingkan dengan Komisi Yudisial yang keberadaannya berlandaskan Undang- Undang Dasar 1945. Akan tetapi, mestinya Komisi Kejaksaan dapat mengambil inisiatif terlibat dalam pembaruan kejaksaan. Jangan hanya pasrah pada aturan belaka, lalu bersikap tak berdaya.

Padahal, hasrat masyarakat untuk berperan serta memperbaiki kejaksaan cukup besar. Hal itu tecermin dalam laporan masyarakat yang diterima komisi ini. Pada tahun 2008 terdapat 330 laporan masyarakat ke Komisi Kejaksaan tentang kinerja dan perilaku jaksa. Pada tahun 2009 (Januari-21 Desember), meningkat menjadi 332 laporan. Jumlah itu belum termasuk laporan dari institusi lain.

Komisi Kejaksaan memang harus menunjukkan perannya dalam meningkatkan kualitas kinerja dan perilaku jaksa. Untuk itu, keberanian mutlak diperlukan. Namun, hal itu harus diimbangi dengan penghargaan dan kerelaan kejaksaan menyikapi masukan komisi.

Komisi Kejaksaan, tunjukkan hasil kerjamu ada!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 18 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Polisi Temukan Bahan Peledak Saat Tangkap Terduga Teroris di Karawang

Polisi Temukan Bahan Peledak Saat Tangkap Terduga Teroris di Karawang

Nasional
Polisi Tangkap Satu Terduga Teroris Pendukung ISIS dalam Penggerebekan di Karawang

Polisi Tangkap Satu Terduga Teroris Pendukung ISIS dalam Penggerebekan di Karawang

Nasional
BPIP: Kristianie Paskibraka Terbaik Maluku Dicoret karena Tak Lolos Syarat Kesehatan

BPIP: Kristianie Paskibraka Terbaik Maluku Dicoret karena Tak Lolos Syarat Kesehatan

Nasional
Sekjen Tegaskan Anies Tetap Harus Ikuti Aturan Main meski Didukung PKB Jakarta Jadi Cagub

Sekjen Tegaskan Anies Tetap Harus Ikuti Aturan Main meski Didukung PKB Jakarta Jadi Cagub

Nasional
PKB Tak Resisten Jika Anies dan Kaesang Bersatu di Pilkada Jakarta

PKB Tak Resisten Jika Anies dan Kaesang Bersatu di Pilkada Jakarta

Nasional
Ditanya Soal Berpasangan dengan Kaesang, Anies: Lebih Penting Bahas Kampung Bayam

Ditanya Soal Berpasangan dengan Kaesang, Anies: Lebih Penting Bahas Kampung Bayam

Nasional
Ashabul Kahfi dan Arteria Dahlan Lakukan Klarifikasi Terkait Isu Penangkapan oleh Askar Saudi

Ashabul Kahfi dan Arteria Dahlan Lakukan Klarifikasi Terkait Isu Penangkapan oleh Askar Saudi

Nasional
Timwas Haji DPR Ingin Imigrasi Perketat Pengawasan untuk Cegah Visa Haji Ilegal

Timwas Haji DPR Ingin Imigrasi Perketat Pengawasan untuk Cegah Visa Haji Ilegal

Nasional
Selain Faktor Kemanusian, Fahira Idris Sebut Pancasila Jadi Dasar Dukungan Indonesia untuk Palestina

Selain Faktor Kemanusian, Fahira Idris Sebut Pancasila Jadi Dasar Dukungan Indonesia untuk Palestina

Nasional
Kritik Pengalihan Tambahan Kuota Haji Reguler ke ONH Plus, Timwas Haji DPR: Apa Dasar Hukumnya?

Kritik Pengalihan Tambahan Kuota Haji Reguler ke ONH Plus, Timwas Haji DPR: Apa Dasar Hukumnya?

Nasional
Pelaku Judi 'Online' Dinilai Bisa Aji Mumpung jika Dapat Bansos

Pelaku Judi "Online" Dinilai Bisa Aji Mumpung jika Dapat Bansos

Nasional
Kemenag: Pemberangkatan Selesai, 553 Kloter Jemaah Haji Indonesia Tiba di Arafah

Kemenag: Pemberangkatan Selesai, 553 Kloter Jemaah Haji Indonesia Tiba di Arafah

Nasional
Pengamat Sebut Wacana Anies-Kaesang Hanya 'Gimmick' PSI, Risikonya Besar

Pengamat Sebut Wacana Anies-Kaesang Hanya "Gimmick" PSI, Risikonya Besar

Nasional
Jelang Idul Adha 2024, Pertamina Patra Niaga Sigap Tambah Solar dan LPG 3 Kg

Jelang Idul Adha 2024, Pertamina Patra Niaga Sigap Tambah Solar dan LPG 3 Kg

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com