Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenang Sutan Sjahrir

Kompas.com - 05/03/2010, 04:40 WIB

Rosihan Anwar dalam tulisannya memanfaatkan pengetahuan serta pengalamannya di bidang drama sehingga mampu menyajikan hidup Sjahrir dengan suasana suspense. Bung Rosihan meminjam alat utama untuk menganalisa drama, yaitu ”premis”. Tulisnya: ”Riwayat hidup Sjahrir, kita rumuskan premisnya sebagai berikut: Cita-cita yang luhur membawa kepada maut, tapi juga harapan.”

Dalam buku kedua, cetak ulang Mengenang Sjahrir (1980) dicantumkan subjudul yang tidak ada pada edisi aslinya, yakni kata-kata berikut: ”Seorang Negarawan dan Tokoh Pejuang Kemerdekaan yang Tersisih dan Terlupakan”.

Label ”Tersisih dan Terlupakan” tampaknya sudah merupakan merek pada figur Sutan Sjahrir. Merek itu sudah diberikan pada tahun 1995 oleh penulis biografi Sjahrir, Rudolf Mrazek, Sjahrir, Politics and Exile in Indonesia. Dalam bab penutup, ia secara prematur berkonklusi bahwa Sjahrir mulai dilupakan karena mereka yang mengenal dan mengaguminya satu per satu meninggal.

Paradoksnya, usaha mencetak buku tebal Mengenang Sjahrir itu sendiri membuktikan bahwa tidak begitu akurat menyebut Sjahrir sebagai ”Negarawan dan Tokoh Pejuang Kemerdekaan yang Tersisih dan Terlupakan”. Kalau demikian halnya, apa yang mendorong masyarakat, bahkandari generasi muda sekalipun, sekarang ini ingin mengetahui mengenai sosok, pemikiran, dan cita-cita Sutan Sjahrir?

Mungkin, seperti yang pernah dinyatakan Soedjatmoko, karena: ”Sjahrir, dalam tulisan-tulisannya, ataupun dalam tindakan-tindakannya, mencerminkan keyakinan bahwa kemerdekaan nasional hanya merupakan jembatan untuk tercapainya tujuan-tujuan perjuangan kebangsaan lainnya, yaitu kerakyatan, kemanusiaan, kebebasan dari kemelaratan dan tekanan dan pengisapan, keadilan dan pembebasan bangsa dari genggaman sisa-sisa feodalisme, serta pendewasaan bangsa”.

Sepuluh tahun setelah reformasi merekah, tampaknya justru meningkat urgensi untuk menemukan kembali tujuan esensial dari kemerdekaan nasional. Mungkin karena itulah, memperingati dan mengenang Sutan Sjahrir bukanlah sekadar ritual hampa belaka.

Sabam Siagian Redaktur Senior The Jakarta Post

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com