Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Puisi- Puisi Goenawan Mohamad

Kompas.com - 21/02/2010, 03:11 WIB

untuk apa. Ia tak tahu kenapa sajak-sajak tetap terbuang

dan laki-laki itu tetap menuliskannya, sementara hujan

hanya datang kadang-kadang. Malah guruh lebih sering,

seperti brisik kereta langit yang menenggelamkan

antusiasme yang tak lazim. Atau logat yang asing.

Atau angan-angan yang memabukkan.

 

”Semua ini jadi lucu,” kata perempuan itu.

Dan Sancho pun sedih. Sebab ia pernah melihat seorang kurus,

tua dan majenun, yang memungut sajak yang lumat

dalam hujan, yang percaya telah mendengar sedu-sedan

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com