JAKARTA, KOMPAS.com — Rencana demonstrasi besar-besaran yang direncanakan pada 28 Januari 2010 untuk mengevaluasi program 100 hari pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono dinilai sebagai demonstrasi biasa. Demo tersebut diperkirakan akan diikuti berbagai elemen mahasiswa dan masyarakat.
"Demo ini tidak akan menggoyahkan apalagi menjatuhkan pemerintahan SBY. Demo akan menggoyahkan pemerintah, kalau diikuti ratusan ribu massa yang didukung pemberitaan media yang masif," ujar sosiolog Musni Umar di Jakarta, Selasa (26/1/2010).
Pemerintah akan jatuh, jika jutaan orang tumpah ruah di jalanan untuk memprotes pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Jika itu terjadi, aparat keamanan tidak akan mampu mengatasi aksi demonstrasi tersebut.
"Ekonomi akan lumpuh, dan akan terjadi chaos sosial. Peluang terjadinya aksi semacam itu sangat kecil karena menghadirkan ratusan ribu demonstran apalagi jutaan orang, tidak mudah," ujarnya.
Alasan lain, menurut Musni, karena tidak ada isu sentral yang menjadi isu bersama, yang bisa menghipnotis publik untuk turun berdemonstrasi, seperti isu Tritura dalam gerakan angkatan 66 dan isu KKN tahun 1998.
"Alasan praktis, karena aksi ini memerlukan dana yang amat besar untuk memobilisasi massa seperti untuk membayar uang makan dan transport. Selain itu, juga ada faktor dukungan internasional untuk melawan pemerintahan SBY juga belum tampak," ujarnya.
Dalam sejarah pergerakan mahasiswa di Indonesia, menurut Musni, faktor yang bisa mendorong jatuhnya pemerintahan tidak terlepas dari pengaruh internasional, di mana terjadi titik temu antara aspirasi perjuangan kaum aktivis pergerakan dan masyarakat dengan kepentingan global.
"Sejauh ini, belum ada tanda-tanda, gerakan di dalam negeri telah bersinergi dan didukung oleh kekuatan internasional. Oleh karena itu, demonstrasi 28 Januari tidak usah terlalu dikhawatirkan. Ia hanya sebagai ekspresi demokrasi, yang lazim terjadi dalam negara demokrasi. Semoga hikmahnya lebih memacu pemerintah untuk berbuat yang terbaik bagi kebangkitan dan kemajuan masyarakat, bangsa, dan negara," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.