JAKARTA, KOMPAS.com -
Demikian disampaikan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ifdhal Kasim di Jakarta, Sabtu (9/1/2010). Letjen Sjafrie Sjamsoeddin 6 Januari lalu telah dilantik menjadi Wakil Menteri Pertahanan.
Ketika ditanya berkaitan dengan isu dugaan pelanggaran HAM yang membuat resistensi di kalangan lembaga swadaya masyarakat dan korban kasus pelanggaran HAM 1998, Sjafrie saat dimintai komentar seusai pelantikan ketika itu mengatakan, kontroversi itu biasa pada era demokrasi. Sjafrie berharap masyarakat tidak terbelenggu kontroversi itu, tetapi lebih melihat produktivitas dan kapabilitasnya.
Sjafrie juga menyatakan, sulit baginya untuk menjawab pertanyaan soal dugaan pelanggaran HAM tersebut. Alasannya, ia tidak terlibat dalam proses yang menangani masalah itu. Ia sendiri mengatakan tidak keberatan kalau kasus itu akan diusut lagi oleh Kejaksaan Agung.
”Saya itu prajurit yang taat asas. Aturan hukumnya bagaimana, tidak ada satu orang pun yang bisa berkelit dari aturan hukum,” kata Sjafrie, saat itu.
Menurut Ifdhal, hasil penyelidikan Komnas HAM menyebutkan, ada beberapa orang yang diduga terkait dalam kasus kerusuhan Mei 1998 dan penghilangan orang pada 1997-1998.
Sjafrie disebutkan sebagai salah satu pihak yang dalam konteks rantai komando sebagai Panglima Kodam Jaya saat itu ikut bertanggung jawab atas kerusuhan yang terjadi. Meski demikian, ini baru masuk kategori fakta peristiwa. Kejaksaan Agung yang harus melanjutkan penyidikan untuk mencari fakta hukum.
”Berkas sudah lama di Kejagung, tetapi tidak ada langkah yang diambil sehingga masalahnya jadi mengambang,” katanya.
Ifdhal menyayangkan Sjafrie yang pada 2005 enggan dimintai keterangan. Saat itu, menurut Ifdhal, alasannya adalah Komnas HAM yang tidak memiliki otoritas. ”Padahal, waktu itu kami ingin klarifikasi fakta lapangan yang kami punyai sehingga tidak menggantung dan menjadi pertanyaan publik seperti sekarang,” kata Ifdhal.