Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebagai Kepala Negara, Presiden Boleh Intervensi Kasus Bibit-Chandra

Kompas.com - 23/11/2009, 08:28 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan sinyal menyerahkan kelanjutan kasus dua pimpinan (nonaktif) KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, di tangan penegak hukum. Setidaknya, sinyal itu diungkapkan Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring tadi malam. Menurut Tifatul, Presiden tak ingin mengintervensi wilayah hukum di luar kewenangannya. Anggota Komisi III asal Fraksi PKS, Nasir Djamil, berpendapat sebaliknya.

Nasir mengatakan, Presiden bisa mengambil sikap atas kelanjutan kasus itu dan mempertimbangkan rekomendasi Tim Delapan dalam kapasitasnya sebagai kepala negara, bukan kepala pemerintahan.

"Presiden itu kan kepala negara dan kepala pemerintahan. SBY tidak boleh terpengaruh, kalau dia meminta kepolisian dan kejaksaan agar kasus dihentikan bukan intervensi. Negara adalah organisasi tertinggi dari bangunan hukum. Karena negara organisasi tertinggi dari bangunan hukum, presiden punya diskresi untuk melihat ini," kata Nasir kepada Kompas.com, Minggu (22/11) malam.

Selain merupakan organisasi tertinggi dari bangunan hukum, negara, ujar Nasir, juga bangunan dari masyarakat. "Presiden sebagai kepala negara harus melihat negara sebagai bagian bangunan hukum, juga bangunan masyarakat. Aspirasi masyarakat minta kasus ini dihentikan. Presiden harus memerhatikan aspirasi ini," kata dia.

Kendati demikian, hak prerogatif mengambil keputusan ada di tangan Presiden. Namun, Nasir mengingatkan, setiap keputusan yang diambil Presiden, apalagi jika mengabaikan rekomendasi Tim Delapan, memiliki konsekuensi. Apakah jika diabaikan akan menimbulkan kekecewaan di masyarakat?

"Saya pikir masyarakat tidak kecewa karena terlalu sering dikecewakan. Hampir semua tokoh bangsa minta Presiden konsekuen, Tim Delapan kan bentukannya sendiri. Mereka sudah dapat fakta, mau diapakan? Tinggal Presiden berani atau tidak," ujar Nasir.

Terulur-ulurnya kasus ini salah satunya juga dinilai karena Presiden yang tak segera bersikap tegas mengambil keputusan. "Karakter Presiden seperti ini, sudah menjadi rahasia publik terkesan peragu, atau dalam bahasa dia (Presiden) sangat hati-hati," ujarnya.

Akan tetapi, sikap Presiden ini justru dipandang Nasir menunjukkan ada sesuatu yang besar di balik kasus ini dan berdampak besar dalam proses politik hukum di Indonesia. Presiden khawatir dengan dampak ini.

"Misalnya, kalau Presiden minta kasus ini di SP3, nanti kepolisian dan kejaksaan minta jangan ada reposisi, Ritonga (Wakil Jaksa Agung) minta diaktifkan. Pilihannya memang tidak mudah sehingga bagi Presiden paling aman ya ke pengadilan. Namun, dia justru dianggap plinplan dan tidak percaya diri untuk menggunakan kewenangannya," kata Nasir.

Ia melanjutkan, "Namun, memang bagi Presiden tidak jadi soal. Pemilu masih lama, bangsa ini mudah lupa, dan pemaaf, jadi menyerahkan semuanya pada waktu".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com