Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengelola Keberagaman Indonesia

Kompas.com - 12/11/2009, 02:53 WIB

Rezim penguasa selalu ketakutan dengan SARA, merasa bila keberagaman tiap-tiap daerah muncul akan membuat negara tidak dominan sehingga negara memilih untuk menyeragamkan semuanya.

Sepanjang Orde Baru negara telah melakukan teror terhadap mereka yang menentang keseragaman. Mereka yang dianggap menentang dan mengancam persatuan dipenjara atau dihilangkan mata pencariannya dan dijauhkan dari komunitasnya.

Sikap seperti itulah yang kemudian memunculkan antipati terhadap negara. Pada saat kondisi negara lemah, keberagaman yang sebelumnya menjadi potensi untuk mempersatukan bangsa berubah menjadi potensi negatif. Pendaman-pendaman kekecewaan terhadap negara itulah yang mengakibatkan konflik terjadi di mana-mana.

Apa akar permasalahan yang menyebabkan konflik?

Akar persoalannya adalah diskriminasi. Ada kesenjangan keadilan, pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan sebagainya.

Saya sudah berkeliling melihat daerah-daerah, kondisi infrastruktur memang jauh tertinggal dibanding Jawa. Di Papua itu jalanan belum dibangun dengan baik. Infrastruktur di daerah konflik, seperti Ambon dan Ternate, juga belum begitu baik.

Pembangunan bidang pendidikan juga masih ada kesenjangan. Fasilitas pendidikan di Jawa dengan di daerah-daerah terpencil serta pulau-pulau lain sangat berbeda. Tetapi, mengapa masalah kelulusan diseragamkan dengan menggunakan ujian nasional. Itu jelas-jelas tidak adil.

Apa yang harus dilakukan untuk meredam potensi konflik?

Etnis dan agama ini memang paling mudah untuk membangkitkan sentimen identitas. Agama berkaitan dengan keimanan, sedangkan etnis berkaitan dengan identitas kesukuan dalam masyarakat.

Orang akan sangat mudah marah bila disentil masalah keagamaan atau etnis. Kesenjangan atau diskriminasi semacam itu harus segera dihentikan. Masyarakat dari etnis apa pun, termasuk China, harus diberikan kesempatan yang sama dalam bidang politik, perekonomian, dan sebagainya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com