JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Agung Hendarman Supandji bersikukuh tidak ada kriminalisasi dalam perkara Wakil Ketua (nonaktif) Komisi Pemberantasan Korupsi Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah. Ada indikasi perbuatan pidana, seperti sangkaan Pasal 12 Huruf (e) dan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Hendarman menjelaskan hal itu dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, Senin (9/11) di Jakarta. Pasal 12 Huruf (e) UU No 31/1999 terkait pemerasan. Pasal 23 tentang penyalahgunaan wewenang. ”Bagaimana merekayasa 21 saksi?” ujarnya.
Hendarman mengakui bukti yang diserahkan penyidik Polri di antaranya enam kali kedatangan Ary Muladi ke kantor KPK. Ada juga hubungan telepon antara Ary dan Ade Raharja, Deputi Bidang Penindakan KPK, sebanyak 64 kali. Hubungan itu dibuktikan berdasarkan telepon seluler keduanya.
”Apa isi kontaknya tidak tahu. Kalau tidak pernah kenal, masa ada hubungan? Katanya satu kali ke KPK, tetapi, kok, ada enam kali di buku,” ujar Hendarman.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Marwan Effendy menambahkan, saat mengembalikan berkas penyidikan perkara Bibit dan Chandra kepada Polri, jaksa menyertakan petunjuk, di antaranya meminta keterangan terhadap Ade. ”Apakah dilakukan, akan kami lihat,” katanya.
Berkas Chandra sudah dua pekan diserahkan kepolisian kepada kejaksaan sehingga harus ditentukan apakah dinyatakan lengkap atau harus dilengkapi penyidik pada Senin malam. Berkas Bibit baru sepekan di tangan jaksa sehingga masih ada waktu sepekan lagi untuk meneliti.
T Gayus Lumbuun dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menanyakan, ”Jika pemerasan, motifnya apa? Kenapa bukan penyuapan? Jika penyuapan, si penyuap juga kena.”
Gayus memuji langkah Mahkamah Konstitusi, Selasa pekan lalu, yang memperdengarkan sadapan KPK terhadap Anggodo Widjojo pula. Percakapan Anggodo, adik pemilik PT Masaro Radiokom, Anggoro Widjojo, dengan sejumlah kalangan itu kian membuka dugaan kriminalisasi terhadap Bibit dan Chandra.
Hendarman menjawab, untuk pemerasan, inisiatifnya dari penerima. PT Masaro digeledah tanpa surat perintah. Dalam pendekatan Anggodo kepada pimpinan KPK, dikatakan perlunya atensi. Anggoro adalah buron KPK dan tersangka korupsi Sistem Komunikasi Radio Terpadu di Departemen Kehutanan.
”Motifnya saya tidak bisa lihat. Penyalahgunaan wewenang itu dilakukan bersama, tetapi pemerasan dilakukan dalam waktu berbeda. Jadi dipisahkan berkasnya,” kata Jaksa Agung.
Hendarman menyinggung pula perkembangan sangkalan Ary Muladi tentang penyerahan uang ke pimpinan KPK. Ary mengaku semua uang diserahkan kepada Yulianto. ”Apakah Yulianto benar ada atau tidak? Karena tidak ada yang melihat penyerahan uang, jaksa tinggal memercayai Yulianto ada atau fiktif,” katanya.
Jaksa melihat, dua alat bukti cukup sejauh bisa meyakinkan hakim. ”Apabila tersangka hanya dua orang, kurang menurut petunjuk jaksa. Harus lebih dari dua tersangka itu,” kata Hendarman.
Ahmad Rubai dari Partai Amanat Nasional menyarankan perkara Bibit dan Chandra segera disidangkan. Jika tidak, dikhawatirkan terjadi pengadilan jalanan. Sebaliknya, Bambang Soesatyo dari Partai Golkar menilai, bila tak layak, sebaiknya perkara Bibit dan Chandra dihentikan.
Nudirman Munir dari Partai Golkar minta Jaksa Agung mempertimbangkan pemutaran rekaman percakapan Anggodo dengan sejumlah kalangan, yang terjadi di Mahkamah Konstitusi. ”Di situ kelihatan ada kriminalisasi,” ujarnya.
Secara terpisah, Fraksi Partai Demokrat (F-PD) DPR meminta Kejaksaan Agung tak terburu-buru dalam meneliti berkas perkara yang melibatkan Bibit dan Chandra. ”Jika setelah pemeriksaan tambahan ternyata menurut Kejagung kasus ini lemah, tak perlu dipaksakan untuk dilimpahkan ke pengadilan,” kata Ketua F-PD Anas Urbaningrum.
Komisi III berubah
Setelah dikecam terkait sikapnya yang cenderung melawan suara rakyat saat rapat kerja dengan Polri, Komisi III DPR mulai mengubah sikap saat rapat kerja dengan Jaksa Agung, Senin. Mereka mulai agak kritis meski kesungguhan atas sikap itu masih dipertanyakan.
Sikap kritis itu, misalnya, ditunjukkan Azis Syamsuddin dari Partai Golkar, yang menegaskan, masalah Chandra dan Bibit berakar dari kasus Bank Century, yang menurut dia adalah pembobolan. Kasus Bank Century harus diusut tuntas.
Andrinof Chaniago, pengajar politik dari Universitas Indonesia, melihat, perbedaan pandangan di kalangan anggota Komisi III DPR masih wajar karena DPR merupakan lembaga politik. (idr/sut/nwo/aik/mzw/nar)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.