Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR Melawan Suara Rakyat

Kompas.com - 07/11/2009, 05:12 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat dinilai berat sebelah dalam membela kepolisian melalui rapat kerja yang berlangsung hingga Jumat (6/11) dini hari. Sikap itu dinilai menentang arus besar karena rakyat mengharapkan sikap Dewan yang lebih kritis.

Demikian pendapat sejumlah kalangan secara terpisah di Jakarta, Jumat.

Kepala Pusat Studi Islam dan Kenegaraan Indonesia Yudi Latif menilai DPR telah menentang arus besar rakyat. ”Kita berharap DPR bisa lebih kritis terhadap proses hukum yang dilakukan polisi, bukan DPR yang menjadi pembela polisi,” katanya.

Ketua Forum Rektor Indonesia Edy Suandi Hamid mengatakan, DPR tak lagi bisa diharapkan mewakili suara rakyat. ”Ketika suara rakyat sudah begitu meluas dan mencapai sekitar sejuta suara di dunia maya, DPR seperti tidur. Tetapi, begitu mendengar penjelasan petinggi Polri dalam rapat kerja, DPR seakan sudah mendengar kebenaran,” ujarnya.

Sulit jadi penyeimbang

Yudi menambahkan, DPR sulit diharapkan menjadi kekuatan penyeimbang pihak eksekutif. ”Mayoritas kekuatan DPR telah dipakai oleh kekuasaan. Sedangkan pihak oposisi sebagian disandera oleh kasus lain, misalnya dugaan penyuapan dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior BI Miranda Goeltom,” katanya.

Hal senada disampaikan Edy. ”DPR takut berseberangan dengan Polri karena bisa membuka aib sendiri. Kita kini kembali ke masa ketika oposisi sudah mati dan tak ada lagi kekuatan penyeimbang,” katanya.

Rusdi Marpaung dan Al Araf dari Imparsial juga menilai peran dan fungsi parlemen sebagai institusi pengawasan tidak dilakukan. ”Dalam rapat kerja itu tidak terlihat fungsi checks and balances DPR,” kata Al Araf.

Tak sensitif

Sikap sebagian besar anggota DPR juga dianggap tidak sensitif. ”DPR menunjukkan kepada publik secara telanjang bagaimana kualitas yang sesungguhnya,” kata Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia Sebastian Salang.

Menurut dia, rapat itu seharusnya digunakan untuk mengklarifikasi berbagai dugaan dan rasa ketidakadilan yang muncul dalam masyarakat. Publikasi rapat juga dinilai tidak seimbang. Rapat dengan Polri disiarkan secara langsung, tetapi rapat dengan KPK tidak.

TA Legowo, Koordinator Advokasi Formappi, menambahkan, sebagai pembawa aspirasi masyarakat, DPR seharusnya menyuarakan rasa ketidakadilan publik. Anggota DPR seharusnya mengajukan bukti-bukti bantahan, bukan menelan penjelasan mitra kerja mentah-mentah. Kekurangpekaan itu membuat masyarakat semakin bingung, kepada siapa lagi mereka harus percaya dalam hal penegakan hukum.

”Mengapa Komisi III kehilangan sikap kritis dan daya gedor? Mengapa mereka tidak menanyakan tentang Susno Duadji yang masih hadir meski telah mundur sementara?” ujar Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti.

Rumah rakyat

Secara terpisah, Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Fahri Hamzah mengatakan, DPR merupakan rumah rakyat. Siapa saja boleh datang, termasuk Polri.

Soal adanya tepuk tangan sejumlah anggota Komisi III setelah mendengar penjelasan Kepala Polri dan Susno, Fahri mengatakan, ”Kalau satu tepuk tangan, ya kadang-kadang lainnya jadi ikut.”

Sementara Ruhut Sitompul dari Fraksi Partai Demokrat mengatakan, ”Kami yang baru-baru ini masih belajar.”

Namun, lanjutnya, beberapa kali ia telah mengeluarkan pernyataan keras, seperti Susno dan para penyidik Polri harus mundur jika kelak pengadilan membebaskan Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah.

Ajang penghakiman

Anies Baswedan, anggota Tim Delapan, mengatakan, rapat kerja DPR bukanlah ajang pengadilan untuk menghakimi institusi lain, tetapi untuk mendapatkan masukan dalam perbaikan kinerja pada masa mendatang. ”Seharusnya DPR berhati-hati dengan asas praduga tidak bersalah,” katanya.

Ungkapan senada dikemukakan ahli hukum tata negara Saldi Isra dan peneliti LIPI, Ikrar Nusa Bhakti. Rapat Komisi III ibaratnya teater untuk mengimbangi persidangan Mahkamah Konstitusi. Padahal, keduanya merupakan hal yang berbeda. Data yang dikeluarkan Kepala Polri sudah diinterpretasi dan disusun sedemikian rupa oleh polisi. ”Beda dengan rekaman pembicaraan di Mahkamah Konstitusi, tidak ada penyusunan secara sistematis,” kata Saldi Isra.

Bagi Ikrar, masuk akal jika Polri berusaha melancarkan perang propaganda seperti itu untuk mengimbangi besarnya dukungan masyarakat selama ini kepada institusi KPK. ”Namun, yang disayangkan, mengapa anggota Komisi III justru menjadi bagian dari upaya propaganda tersebut,” katanya.

Pakar komunikasi dari Universitas Airlangga, Suko Widodo, mengatakan, penjelasan Kepala Polri di DPR akan sulit mengubah opini masyarakat tentang terjadinya kriminalisasi terhadap KPK. ”Sikap Kepala Polri yang defensif malah tidak bisa membangun kepercayaan masyarakat,” katanya. (AIK/MZW/NWO/HAR/ ANA/NTA/ANO/DIA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 30 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 30 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pakar Sebut Penyitaan Aset Judi Online Bisa Lebih Mudah jika Ada UU Perampasan Aset

Pakar Sebut Penyitaan Aset Judi Online Bisa Lebih Mudah jika Ada UU Perampasan Aset

Nasional
Eks Pejabat Kemenkes Sebut Harga APD Covid-19 Ditentukan BNPB

Eks Pejabat Kemenkes Sebut Harga APD Covid-19 Ditentukan BNPB

Nasional
Transaksi Judi 'Online' Meningkat, Kuartal I 2024 Tembus Rp 101 Triliun

Transaksi Judi "Online" Meningkat, Kuartal I 2024 Tembus Rp 101 Triliun

Nasional
Hari Ini, Gaspol Ft Sudirman Said: Pisah Jalan, Siap Jadi Penantang Anies

Hari Ini, Gaspol Ft Sudirman Said: Pisah Jalan, Siap Jadi Penantang Anies

Nasional
Habiburokhman: Judi 'Online' Meresahkan, Hampir Tiap Institusi Negara Jadi Pemainnya

Habiburokhman: Judi "Online" Meresahkan, Hampir Tiap Institusi Negara Jadi Pemainnya

Nasional
Baru 5 dari 282 Layanan Publik Pulih Usai PDN Diretas

Baru 5 dari 282 Layanan Publik Pulih Usai PDN Diretas

Nasional
Penerbangan Garuda Indonesia Tertunda 12 Jam, Jemaah Haji Kecewa

Penerbangan Garuda Indonesia Tertunda 12 Jam, Jemaah Haji Kecewa

Nasional
Perdalam Pengoperasian Jet Tempur Rafale, KSAU Kunjungi Pabrik Dassault Aviation

Perdalam Pengoperasian Jet Tempur Rafale, KSAU Kunjungi Pabrik Dassault Aviation

Nasional
Cek Harga di Pasar Pata Kalteng, Jokowi: Harga Sama, Malah di Sini Lebih Murah

Cek Harga di Pasar Pata Kalteng, Jokowi: Harga Sama, Malah di Sini Lebih Murah

Nasional
Kasus Korupsi Pengadaan Lahan JTTS, KPK Sita 54 Bidang Tanah dan Periksa Sejumlah Saksi

Kasus Korupsi Pengadaan Lahan JTTS, KPK Sita 54 Bidang Tanah dan Periksa Sejumlah Saksi

Nasional
Jokowi Klaim Program Bantuan Pompa Sudah Mampu Menambah Hasil Panen Padi

Jokowi Klaim Program Bantuan Pompa Sudah Mampu Menambah Hasil Panen Padi

Nasional
Soal Izin Usaha Tambang Ormas Keagamaan, Pimpinan Komisi VII Ingatkan Prinsip Kehati-hatian dan Kepatutan

Soal Izin Usaha Tambang Ormas Keagamaan, Pimpinan Komisi VII Ingatkan Prinsip Kehati-hatian dan Kepatutan

Nasional
Jokowi Pastikan Beras Bansos Berkualitas Premium, Tak Berwarna Kuning dan Hitam

Jokowi Pastikan Beras Bansos Berkualitas Premium, Tak Berwarna Kuning dan Hitam

Nasional
Minta Pemerintah Tetapkan Jadwal Pelantikan Kepala Daerah, Ketua KPU: Kalau Tak Ada, Bakal Repot

Minta Pemerintah Tetapkan Jadwal Pelantikan Kepala Daerah, Ketua KPU: Kalau Tak Ada, Bakal Repot

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com