Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR Melawan Suara Rakyat

Kompas.com - 07/11/2009, 05:12 WIB

Menurut dia, rapat itu seharusnya digunakan untuk mengklarifikasi berbagai dugaan dan rasa ketidakadilan yang muncul dalam masyarakat. Publikasi rapat juga dinilai tidak seimbang. Rapat dengan Polri disiarkan secara langsung, tetapi rapat dengan KPK tidak.

TA Legowo, Koordinator Advokasi Formappi, menambahkan, sebagai pembawa aspirasi masyarakat, DPR seharusnya menyuarakan rasa ketidakadilan publik. Anggota DPR seharusnya mengajukan bukti-bukti bantahan, bukan menelan penjelasan mitra kerja mentah-mentah. Kekurangpekaan itu membuat masyarakat semakin bingung, kepada siapa lagi mereka harus percaya dalam hal penegakan hukum.

”Mengapa Komisi III kehilangan sikap kritis dan daya gedor? Mengapa mereka tidak menanyakan tentang Susno Duadji yang masih hadir meski telah mundur sementara?” ujar Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti.

Rumah rakyat

Secara terpisah, Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Fahri Hamzah mengatakan, DPR merupakan rumah rakyat. Siapa saja boleh datang, termasuk Polri.

Soal adanya tepuk tangan sejumlah anggota Komisi III setelah mendengar penjelasan Kepala Polri dan Susno, Fahri mengatakan, ”Kalau satu tepuk tangan, ya kadang-kadang lainnya jadi ikut.”

Sementara Ruhut Sitompul dari Fraksi Partai Demokrat mengatakan, ”Kami yang baru-baru ini masih belajar.”

Namun, lanjutnya, beberapa kali ia telah mengeluarkan pernyataan keras, seperti Susno dan para penyidik Polri harus mundur jika kelak pengadilan membebaskan Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah.

Ajang penghakiman

Anies Baswedan, anggota Tim Delapan, mengatakan, rapat kerja DPR bukanlah ajang pengadilan untuk menghakimi institusi lain, tetapi untuk mendapatkan masukan dalam perbaikan kinerja pada masa mendatang. ”Seharusnya DPR berhati-hati dengan asas praduga tidak bersalah,” katanya.

Ungkapan senada dikemukakan ahli hukum tata negara Saldi Isra dan peneliti LIPI, Ikrar Nusa Bhakti. Rapat Komisi III ibaratnya teater untuk mengimbangi persidangan Mahkamah Konstitusi. Padahal, keduanya merupakan hal yang berbeda. Data yang dikeluarkan Kepala Polri sudah diinterpretasi dan disusun sedemikian rupa oleh polisi. ”Beda dengan rekaman pembicaraan di Mahkamah Konstitusi, tidak ada penyusunan secara sistematis,” kata Saldi Isra.

Bagi Ikrar, masuk akal jika Polri berusaha melancarkan perang propaganda seperti itu untuk mengimbangi besarnya dukungan masyarakat selama ini kepada institusi KPK. ”Namun, yang disayangkan, mengapa anggota Komisi III justru menjadi bagian dari upaya propaganda tersebut,” katanya.

Pakar komunikasi dari Universitas Airlangga, Suko Widodo, mengatakan, penjelasan Kepala Polri di DPR akan sulit mengubah opini masyarakat tentang terjadinya kriminalisasi terhadap KPK. ”Sikap Kepala Polri yang defensif malah tidak bisa membangun kepercayaan masyarakat,” katanya. (AIK/MZW/NWO/HAR/ ANA/NTA/ANO/DIA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Nasional
Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok 'E-mail' Bisnis

Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok "E-mail" Bisnis

Nasional
Hakim MK Pertanyakan KTA Kuasa Hukum Demokrat yang Kedaluwarsa

Hakim MK Pertanyakan KTA Kuasa Hukum Demokrat yang Kedaluwarsa

Nasional
Di Hadapan Wapres, Ketum MUI: Kalau Masih Ada Korupsi, Kesejahteraan Rakyat 'Nyantol'

Di Hadapan Wapres, Ketum MUI: Kalau Masih Ada Korupsi, Kesejahteraan Rakyat "Nyantol"

Nasional
Polri Tangkap 5 Tersangka Penipuan Berkedok 'E-mail' Palsu, 2 di Antaranya WN Nigeria

Polri Tangkap 5 Tersangka Penipuan Berkedok "E-mail" Palsu, 2 di Antaranya WN Nigeria

Nasional
Terobosan Menteri Trenggono Bangun Proyek Budi Daya Ikan Nila Salin Senilai Rp 76 Miliar

Terobosan Menteri Trenggono Bangun Proyek Budi Daya Ikan Nila Salin Senilai Rp 76 Miliar

Nasional
Terdakwa Korupsi Tol MBZ Pakai Perusahaan Pribadi untuk Garap Proyek dan Tagih Pembayaran

Terdakwa Korupsi Tol MBZ Pakai Perusahaan Pribadi untuk Garap Proyek dan Tagih Pembayaran

Nasional
Rayakan Ulang Tahun Ke-55, Anies Gelar 'Open House'

Rayakan Ulang Tahun Ke-55, Anies Gelar "Open House"

Nasional
KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

Nasional
Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Nasional
Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Nasional
Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Nasional
Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Nasional
Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Nasional
Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com