Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wajah Penegakan Hukum Indonesia Tercoreng

Kompas.com - 04/11/2009, 05:33 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Dua unsur pimpinan (nonaktif) Komisi Pemberantasan Korupsi, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, akhirnya dikeluarkan dari tahanan setelah polisi menangguhkan penahanan mereka, Selasa (3/11) malam. Ini merupakan puncak ”drama” perseteruan antara kepolisian dan KPK.

Sejumlah pihak meyakini langkah itu diambil setelah Mahkamah Konstitusi siang harinya membuka rekaman sepanjang 4,5 jam yang diduga berisi rekayasa perkara Bibit-Chandra.

Saat keluar dari Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, Rabu pukul 00.10, Bibit dan Chandra tersenyum kepada puluhan wartawan yang mengerubungi mereka. Keduanya langsung dibawa masuk ke dua mobil Kijang hitam. Chandra hanya sempat mengucapkan ” terima kasih atas dukungan semua pihak” dan melambaikan tangan.

Menurut Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Nanan Soekarna, penangguhan diberikan demi kepentingan lebih besar, tetapi proses hukum tetap dilanjutkan. ”Diharapkan tercipta rasa aman dan nyaman bagi masyarakat,” ujar Nanan dalam jumpa pers di Mabes Polri.

Pimpinan dan anggota Tim Independen Klarifikasi Fakta dan Proses Hukum Kasus Bibit dan Chandra, Adnan Buyung Nasution dan kawan-kawan, semalam juga datang ke Bareskrim Polri untuk memastikan proses penangguhan itu. ”Kapolri sudah memberikan kepastian. Suratnya diproses malam ini juga agar Pak Bibit dan Pak Chandra malam ini sudah bisa pulang ke rumahnya,” tutur Todung Mulya Lubis, salah seorang anggota tim.

Saat ditanya mengapa baru sekarang Polri akan memberikan penangguhan penahanan, padahal KPK sejak Jumat lalu sudah mengajukan penangguhan, Nanan mengatakan, tim pengacara Bibit dan Chandra baru mengajukan penangguhan penahanan Selasa malam.

Nanan juga menolak anggapan penangguhan penahanan itu karena kondisi pascadiperdengarkannya rekaman pembicaraan antara Anggodo Widjojo dan pejabat Polri dan Kejaksaan Agung yang diputar di Mahkamah Konstitusi. ”Bukan karena tekanan, permintaan, atau karena hal lain. Ini demi kepentingan lebih besar,” kata Nanan.

Tercoreng

Kuasa hukum Bibit dan Chandra, Bambang Widjojanto, mengatakan, wajah penegakan hukum Indonesia tercoreng dengan diperdengarkannya rekaman percakapan Anggodo. Rekaman ini juga menunjukkan kuatnya mafia penegakan hukum sehingga bisa mengatur jalannya proses hukum.

Menurut Bambang, rekaman itu menunjukkan ada rekayasa sistematis dalam kasus penyidikan hingga penahanan kliennya. Tak hanya itu, rekayasa itu juga ditujukan untuk melemahkan KPK. ”Luar biasa seorang seperti Anggodo bisa memengaruhi proses penyidikan hingga penahanan terhadap pimpinan KPK,” katanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com