Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polri: Hak Kami Menahan

Kompas.com - 30/10/2009, 05:10 WIB
 
 

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi meminta Kepolisian Negara Republik Indonesia menangguhkan penahanan terhadap Wakil Ketua KPK (nonaktif) Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah. Bibit dan Chandra sejak Kamis (29/10) ditahan di Mabes Polri.

Dalam jumpa persnya, Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Inspektur Jenderal Dikdik Mulyana menegaskan, ”Mulai hari ini penyidik akan gunakan hak untuk menahan tersangka. Kami pertanggungjawabkan di muka Tuhan, ada mekanisme untuk praperadilan.”

Pelaksana Tugas Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean dalam jumpa pers terpisah mengatakan, ”Kami mengajukan permohonan kepada penyidik supaya penahanan itu ditangguhkan.” Semalam, Tumpak bersama pimpinan KPK lainnya, Mas Achmad Santosa, Waluyo, dan M Jasin, datang ke Mabes Polri untuk menyampaikan permohonan itu. Namun, mereka tidak diterima pimpinan Polri dan tidak bisa bertemu Bibit dan Chandra.

Dukungan dari kelompok sipil juga mengalir pascapenahanan Bibit dan Chandra. Pernyataan keprihatinan juga muncul dari sejumlah masyarakat sipil, antara lain Imam B Prasodjo, Komaruddin Hidayat, Azyumardi Azra, Syamsuddin Haris, dan Ahmad Syafii Maarif.

”Saya bersedia sepenuh hati untuk menjadi penjamin bagi Chandra dan Bibit,” kata Eep Saefulloh Fatah dalam pesan singkatnya kepada Kompas.

Dalam jumpa persnya, Tumpak prihatin dengan penahanan yang disebutnya sebagai upaya paksa dari Polri. Karena itu, KPK akan memberikan bantuan hukum secukupnya. ”Biro hukum KPK juga ada di Mabes Polri, dan tentunya kami juga akan memberikan masukan untuk pembelaan,” katanya.

Tumpak mengakui penahanan terhadap Bibit dan Chandra akan memengaruhi kinerja staf KPK. ”Tetapi, kami mampu menaikkan kembali atau meniadakan rasa ketakutan atau kegamangan terhadap prosedur yang ada di sini. Itu kewajiban kami,” ujarnya.

Menyikapi penahanan itu, Wakil Ketua KPK 2003-2007 Erry Riyana Hardjapamekas meminta ia ditahan juga. Itu merupakan bentuk solidaritas sekaligus protes terhadap polisi. ”Apa yang dilakukan Bibit dan Chandra sama dengan yang kami lakukan dulu. Penyidikan, termasuk penyadapan, juga kami lakukan. Jadi, jika mereka ditahan, saya juga minta ditahan,” kata Erry.

Reaksi keras atas penahanan Bibit dan Chandra juga muncul dari Sekretaris Jenderal Transparansi Internasional Indonesia Teten Masduki. Ia menilai penahanan itu menunjukkan polisi panik pascaberedarnya transkrip yang kian mempertegas kriminalisasi terhadap kedua unsur pimpinan KPK itu.

Agam dari Komunitas Cinta Indonesia Cinta KPK (Cicak) mengatakan, sebaiknya dua unsur pimpinan KPK yang tersisa dan tiga pelaksana tugas KPK mundur dari jabatannya jika tak bisa membantu Bibit dan Chandra menghadapi upaya kriminalisasi. ”Penahanan Bibit dan Chandra merupakan bukti penguasa tak lagi berpihak kepada pemberantasan korupsi. Jadi, KPK tak diperlukan lagi,” katanya.

Muncul sejak pagi

Sebelumnya, Kepala Polri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri seusai menghadiri Rembuk Nasional 2009 di Jakarta, Kamis pagi, menegaskan, Polri dalam waktu dekat akan melakukan langkah konkret terhadap kasus rekaman percakapan yang disebut-sebut sebagai upaya kriminalisasi terhadap pimpinan KPK. ”Pokoknya akan ada langkah konkret yang dilakukan Polri. Hari ini (Kamis) akan diumumkan Kepala Dinas Penerangan Polri dan Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri. Datang saja ke Mabes Polri,” ujarnya.

Bambang mengaku sudah memiliki rekaman percakapan yang diduga mengkriminalisasi pimpinan KPK itu. Polri juga sudah mendapatkan perintah dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengusut pencatutan namanya.

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto meminta semua pihak menghormati jalur hukum. ”Kita ikuti saja proses hukumnya seperti apa,” katanya.

Soal rekaman dugaan kriminalisasi pimpinan KPK, yang juga menyinggung nama Presiden Yudhoyono, Djoko menjawab, ”Seperti yang disampaikan Juru Bicara Kepresidenan, itu harus diselesaikan sesuai hukum. Kalau tak diikuti proses hukum, apa jadinya bangsa ini.”

Penjelasan Polri

Kamis siang, Dikdik Mulyana, didampingi Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Nanan Soekarna, mengumumkan, Polri menahan Bibit dan Chandra karena diduga menyalahgunakan wewenang dan pemerasan. Polri juga merasa dihakimi media massa terkait perkara yang disangkakan kepada keduanya. ”Setidak-tidaknya faktanya sekarang kami kesulitan sebab dihakimi dengan cerita dan tuduhan kriminalisasi. Tersangka bisa jumpa pers, itu indikasi dia bisa memengaruhi opini,” kata Dikdik.

Dikdik menjelaskan normatif alasan penahanan terhadap tersangka dan membantah melemahkan KPK. ”Dari mana kami mengkriminalisasi KPK, mereka juga rekan kami. Kita bicara pelanggaran hukum. Hari ini yang jelas persyaratan itu terpenuhi, subyektif dan obyektif: ancaman di atas lima tahun, tak ulangi perbuatan pidana, tak melarikan diri,” papar Dikdik.

Nanan berkali-kali mengatakan, Polri tidak mengkriminalisasi KPK. ”Kami tak pernah membuat kriminalisasi dan kerdilkan KPK. Tolong tulis besar-besar supaya ada keseimbangan. Ini sebagai pernyataan resmi kepolisian,” ujarnya.

Wartawan berkali-kali menanyakan alasan polisi menahan Chandra dan Bibit terkait pemerasan dan penyalahgunaan wewenang. Namun, Dikdik berkali-kali menjawab, ”Waktu itu yang terungkap adalah penyalahgunaan wewenang, bukan rekayasa. Polri sama sekali tak pernah membuat kerdil dan kriminalisasikan KPK. Keputusan KPK harus kolektif, tidak boleh hanya satu atau berempat, harus berlima. Pelanggaran atas hal itu adalah pelanggaran wewenang.”

Soal dugaan pemerasan, Dikdik hanya berujar, ”Begitu menahan, bukti sudah cukup. Bukti kami seabrek. Kami berhak menyimpan dan tak membuka telanjang bulat.”

Seorang kuasa hukum Chandra dan Bibit, Bambang Widjojanto, menuturkan, setelah penahanan itu, sejumlah tokoh dan kalangan memberikan dukungan moral. Solidaritas itu akan mengerucut menjadi petisi.

Di Semarang, Jawa Tengah, sosiolog hukum Satjipto Rahardjo mengingatkan, Polri dan KPK adalah ”sekrup” antikorupsi di Indonesia. Karena itu, semua kekuatan antikorupsi harus berkonsolidasi agar koruptor tidak justru diuntungkan dengan kekisruhan yang terjadi antara Polri dan KPK.

Di Purwokerto, Kamis, Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Yunus Husein menegaskan tak menemukan aliran dana dari Ary Muladi kepada Bibit dan Chandra.

(aik/har/sf/tri/win/art/mdn/wer/bur)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Diresmikan Presiden Jokowi, IDTH Jadi Laboratorium Pengujian Perangkat Digital Terbesar dan Terlengkap Se-Asia Tenggara

Diresmikan Presiden Jokowi, IDTH Jadi Laboratorium Pengujian Perangkat Digital Terbesar dan Terlengkap Se-Asia Tenggara

Nasional
Hujan Lebat yang Bawa Material Vulkanis Gunung Marapi Perparah Banjir di Sebagian Sumbar

Hujan Lebat yang Bawa Material Vulkanis Gunung Marapi Perparah Banjir di Sebagian Sumbar

Nasional
Pemerintah Saudi Tambah Layanan 'Fast Track' Jemaah Haji Indonesia

Pemerintah Saudi Tambah Layanan "Fast Track" Jemaah Haji Indonesia

Nasional
Banjir Luluh Lantakkan Sebagian Sumatera Barat, Lebih dari 40 Orang Tewas

Banjir Luluh Lantakkan Sebagian Sumatera Barat, Lebih dari 40 Orang Tewas

Nasional
Berkaca Kecelakaan di Ciater, Polisi Imbau Masyarakat Cek Dulu Izin dan Kondisi Bus Pariwisata

Berkaca Kecelakaan di Ciater, Polisi Imbau Masyarakat Cek Dulu Izin dan Kondisi Bus Pariwisata

Nasional
Dugaan SYL Memeras Anak Buah dan Upaya KPK Hadirkan 3 Dirjen Kementan Jadi Saksi

Dugaan SYL Memeras Anak Buah dan Upaya KPK Hadirkan 3 Dirjen Kementan Jadi Saksi

Nasional
Jokowi Santap Nasi Goreng dan Sapa Warga di Sultra

Jokowi Santap Nasi Goreng dan Sapa Warga di Sultra

Nasional
Prabowo Klaim Serasa Kubu 'Petahana' saat Pilpres dan Terbantu Gibran

Prabowo Klaim Serasa Kubu "Petahana" saat Pilpres dan Terbantu Gibran

Nasional
Prabowo Mengaku Diuntungkan 'Efek Jokowi' dalam Menangkan Pilpres

Prabowo Mengaku Diuntungkan "Efek Jokowi" dalam Menangkan Pilpres

Nasional
Bantah Menang Pilpres Akibat Bansos, Prabowo: Tuduhan Kosong

Bantah Menang Pilpres Akibat Bansos, Prabowo: Tuduhan Kosong

Nasional
[POPULER NASIONAL] Reaksi Usai Prabowo Tak Mau Pemerintahannya Diganggu | Auditor BPK Minta 'Uang Pelicin' ke Kementan

[POPULER NASIONAL] Reaksi Usai Prabowo Tak Mau Pemerintahannya Diganggu | Auditor BPK Minta "Uang Pelicin" ke Kementan

Nasional
Sejarah Hari Buku Nasional

Sejarah Hari Buku Nasional

Nasional
Tanggal 15 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 15 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
UPDATE BNPB: 19 Orang Meninggal akibat Banjir Bandang di Agam Sumbar

UPDATE BNPB: 19 Orang Meninggal akibat Banjir Bandang di Agam Sumbar

Nasional
KNKT Investigasi Kecelakaan Bus Rombongan Siswa di Subang, Fokus pada Kelayakan Kendaraan

KNKT Investigasi Kecelakaan Bus Rombongan Siswa di Subang, Fokus pada Kelayakan Kendaraan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com